Jumat, 28 Februari 2014
BPJS-JKN BANYAK MASALAH, HENTIKAN BPJS-JKN
PELAYANAN SEMAKIN BURUK, RAKYAT MISKIN DIUJUNG KEMATIAN
Ratusan massa yang didominasi kaum ibu pagi
ini melakukan aksi unjuk rasa menuntut BPJS segera dihentikan. Unjuk rasa yang
dilakukan oleh Kolektif Pimpinan Wilayah DKI Jakarta Relawan Kesehatan
Indonesia (KPW DKI Jakarta REKAN INDONESIA) dilakukan di 2 tempat yaitu Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Balaikota DKI
Jakarta.
KPW DKI Jakarta REKAN Indonesia menilai TNP2K harus bertanggungjawab terhadap nasib 10,3
juta jiwa rakyat miskin yang oleh pemerintah tidak dimasukan sebagai peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI), karena pemerintah hanya menanggung 86,4 juta jiwa
rakyat miskin saja. Sehingga nasib 10,3 juta jiwa rakyat miskin tersebut tidak
memiliki kejelasan akan hak mereka mendapatkan jaminan sosial dalam bidang
kesehatan.
“TNP2K sebagai institusi yang menangani penangulangan kemiskin harus bertanggungjawab terhadap 10,3 juta jiwa rakyat miskin yang tidak ditanggung iurannya oleh pemerintah. Jangan diam saja ketika dari data yang mereka rilis yaitu 96,7 juta jiwa rakyat miskin di Indonesia yang dijamin oleh pemerintah hana 10,3. Ini kan Tim yang bertugas mempercepat penanggulangan kemiskinan, kalau diam saja berarti ini Tim yang mempercepat kemiskinan” Demikian Agung Nugroho, Ketua Nasional Rekan Indonesia menyampaikan dalam orasinya.

“Sehingga bisa kita lihat bahwa saat ini muncul kerancuan akan siapa yang berwenang menanggung jaminan kesehatan untuk 10,3 juta jiwa rakyat miskin tersebut. Bahkan terjadi saling lempar antara pemerintah pusat dan daerah”
“Di DKI misalnya karena ketidakjelasan pemerintah pusat dalam menentukan kepesertaan JKN, 3,8 juta warga miskin DKI yang tadinya sudah nyaman dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) mau tidak mau harus menjadi peserta JKN. Sayangnya dari 3,8 juta itu hanya 2,6 juta jiwa yang oleh pemprov DKI dibayarkan iuran JKNnya dan 1,2 juta jiwa rakyat miskin diserahkan ke pemerintah pusat”imbuh Agung.
“Patut kiranya jika pemerintah menghentikan BPJS ini karena banyak menimbulkan kerugian bagi rakyat miskin yang tidak ditanggung iurannya. Argumentasi pemerintah yang menyatakan kesanggupan mereka baru sebatas 86,4 juta yang ditanggung iurannya adalah argumen dangkal. Mengapa ? karena itu sudah menjadi kewajiban pemerintah dan tidak ada kata tidak sanggup. Kalau Pemerintah tidak sanggup lebih baik mundur sekarang juga” Agung mengakhiri orasinya
Pemerintah DKI Sebaiknya Menarik KJS
Dari BPJS

“Kita bisa lihat fakta dilapangan dimana rakyat makin dipersulit ketika mengakses layanan kesehatan dengan menggunakan kartu JKN produk asuransi dari BPJS” Ahmad Ridowi, ketua KPW DKI Jakarta REKAN INDONESIA yang akrab dipanggil Dowi dalam orasinya di Balaikota DKI.
“Mulai dari penolakan pelayanan kesehatan dengan penyakit berat, terutama rakyat yang membutuhkan ICU sampai dengan pelayanan kesehatan yang membutuhkan rontgen, USG, dan pelayanan laboratorium. Ujung-ujungnya rakyat pengguna JKN masih harus membayar di RS dengan alasan JKN tidak mengcover jenis layanan tersebut” tambah Dowi.
“Terakhir kejadian di RS Persahabatan pada hari minggu, 16 Februari 2014 pasien atas nama Gustian Gumiran, 63 thaun, warga Johar Baru harus meregang nyawanya akibat buruknya pelayanan di rumah sakit tersebut. Pasien pengguna jaminan KJS yang sudah menjadi JKN ditolak masuk ke ruang ICU dengan alasan ICU penuh. Dan akan muncul korban-korban selanjutnya selama BPJS yang orientasinya bisnis asuransi tetap dijalankan”imbuh Dowi.
Ahmad Ridowi dalam keterangannya kepada media dilokasi aksi menjelaskan :”Kami menyarakan kepada Gubernur DKI Joko Widodo untuk segera menarik KJS dari kepesertaan BPJS-JKN. Karena mengalami banyak penurunan kualitas pelayanan terhadap warga DKI. Apalagi iuran JKN yang dibayarkan itu bersumber dari APBD yang berasal dari pajak warga DKI, sehingga sungguh tidak adil ketika warga DKI mendapat pelayanan yang buruk hanya karena sekarang KJSnya menjadi JKN”
“Sehingga jauh panggang dari api terwujudnya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat, malah rakyat miskin diujung kematian” tambah Dowi
“Buruknya pelayanan kesehatan lebih disebabkan karena diberlakukannya sistem Indonesia Case Based Groups" (INA-CBGs) dalam JKN yang sejatinya bertentangan dengan UU BPJS dan SJSN yang mengamanatkan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa ada batasan dan seluruh penyakit ditanggung. Sehingga hal ini menyebabkan RS melayani dengan setengah hati”

“Rakyat juga banyak dirugikan dengan INA CBGs ini, karena adanya pembatasan dalam tindakan medis yang dilakukan berdasarkan pengelompokan diagnosa penyakit. Terutama dalam pelayanan di IGD atau UGD, dimana pengguna JKN baik PBI maupun non PBI akan tetap dipungut biaya ketika diagnosa penyakitnya di IGD/UGD bukan termasuk kategori gawat daruta dan tidak perlu di rawat” Dowi mengakhiri keterangannya.(mt)

0 comments :
Posting Komentar