Sabtu, 24 November 2012

AD/ART

ANGGARAN DASAR

BAB I
NAMA, WAKTU, TEMPAT, dan KEDUDUKAN

Pasal 1
Organisasi ini bernama Relawan Kesehatan Indonesia yang disebut REKAN Indonesia.

Pasal 2
Relawan Kesehatan Indonesia yang untuk selanjutnya disebut Organisasi, dideklarasikan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2012 dan didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.

Pasal 3
Kolektif Pimpinan Nasional Relawan Kesehatan Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4
 Wilayah Organisasi meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II
ASAS, CIRI, JATI DIRI, dan WATAK

Pasal 5
1.    Organisasi berasaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
2.    Organisasi ini merupakan himpunan Warga Negara Indonesia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kedudukan sosial, dan gender.
3.    Jati diri Organisasi adalah Kebangsaan dan Keadilan Sosial.
4.    Watak Organisasi adalah Kerakyatan dengan menghormati segala perbedaan yang terdapat ditengah masyarakat, sehingga dapat membantu dan menolong masyarakat yang kesusahan/kesulitan dengan ikhlas dan tulus tanpa pamrih.

BAB III
TUJUAN, FUNGSI, dan TUGAS

Pasal 6
Tujuan Umum Organisasi
1.    Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam                  Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
2.    Membangun masyarakat Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sehat, cerdas,              demokratis, adil dan makmur.
Pasal 7
Tujuan Khusus Organisasi
1.    Menghimpun, membangun dan menjaga semangat dan ketulusan perjuangan relawan yang berbasis                kerakyatan.
2.    Memperjuangkan kepentingan rakyat dibidang kesehatan.
3.    Mengawal terlaksananya program peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia.

Pasal 8
Fungsi Organisasi
1.    Sarana membentuk dan membangun karakter bangsa. Mendidik dan mencerdaskan rakyat agar sadar          dan bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
2.    Menghimpun, merumuskan, mengorganisir dan memperjuangkan aspirasi rakyat secara nyata.
3.    Menghimpun, membangun dan menggerakkan kekuatan rakyat secara aktif dalam penyadaran akan              hak-hak kesehatan rakyat.
4.    Melakukan kaderisasi kepemimpinan yang demokratis dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas        Organisasi ke depan.
5.    Melakukan kontrol sosial secara kritis, korektif, konstruktif, dan konsepsional.

Pasal 9
Tugas Organisasi
1.        Mempertahankan dan mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.        Membangun partisipasi aktif rakyat untuk dapat memenuhi kesejahteraannya dibidang kesehatan dengan melakukan pendampingan kepada rakyat untuk dapat melakukan penyadaran akan hak-hak kesehatan rakyat, serta juga ber peran aktif dalam membangung kegotongroyongan di tengah masyarakat.
3.        Membangun kesadaran anggota akan peran aktifnya didalam organisasi dengan menekankan manfaat yang dapat diperoleh anggota dari organisasi, sehingga anggota organisasi dapat dengan cakap memimpin dilingkungannya dengan dedikasi, tanggung jawab, ikhlas, dan kejujuran yang tinggi.

BAB IV
ORGANISASI
Bagian Pertama
Jenjang Kepengurusan

Pasal 10
1.   Dalam rangka melaksanakan tugas Organisasi, disusun jenjang kepengurusan sebagai berikut:
      a.    Kolektif Pimpinan Nasional Organisasi disingkat KPN yang meliputi wilayah NKRI;
      b.    Kolektif Pimpinan  Wilayah Organisasi disingkat KPW yang meliputi wilayah Propinsi;
      c.    Kolektif Pimpinan Daerah Organisasi disingkat KPD yang meliputi wilayah Kabupaten /  Kota;
      d.    Kolektif Pimpinan Kelurahan disingkat KPK yang meliputi wilayah Kelurahan.
      e.    Komunitas Warga Siaga disingkat KWS yang meliputi wilayah Rukun Tetangga.

2.    Ketentuan lebih lanjut mengenai kepengurusan Organisasi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

Bagian Kedua
Alat Kelengkapan Organisasi

Pasal 11
1.    Dalam melaksanakan tugas kepengurusan, Organisasi dilengkapi dengan alat-alat kelengkapan.
2.    Alat-alat kelengkapan Organisasi sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini, dibentuk di tingkat Nasional,          Wilayah,Daerah, dan Kelurahan Cabang Organisasi, oleh kepengurusan pada tingkatannya.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai Alat Kelengkapan Organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.

Bagian Ketiga
Kedaulatan
Pasal 12
Kedaulatan Organisasi berada di tangan Anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui Musyawarah Nasional.

Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 13
1.    Anggota Organisasi adalah calon anggota yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai anggota.
2.    Keanggotaan Organisasi terdiri atas :
       a.    Anggota Biasa;
       b.    Anggota Kader;
3.    Keanggotaan berakhir apabila:
       a.    Mengundurkan diri.
       b.    Dipecat.
       c.    Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia.
       d.   Meninggal dunia.

4.    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan 3 pasal ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 14
1.    Syarat untuk menjadi anggota Organisasi adalah :
a.    Warga negara Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap kemanusiaan dan berjiwa sosial tinggi tanpa pamrih.
b.    Menyetujui dan menaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
c.    Bersedia menaati dan menegakkan Disiplin Organisasi.
d.    Bersedia mengikuti kegiatan Organisasi.
2.    Calon anggota harus menyatakan kesediannya untuk menjadi anggota secara tertulis dan memenuhi persyaratan sesuai ayat 1 pasal ini yang disampaikan kepada Pengurus Organisasi yang berwenang.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan dan jabatan kepengurusan   Organisasi yang menangani keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


Bagian Kelima
Rapat-Rapat Organisasi
Pasal 15
Rapat-rapat Organisasi tersusun dalam urutan hirarki :
1)     Musyawarah Nasional.
2)     Rapat Kolektif Pimpinan Nasional.
3)     Rapat Kerja Nasional.
4)     Musyawarah Wilayah.
5)     Rapat Kerja Wilayah.
6)     Rapat Kolektif Pimpinan Wilayah.
7)     Musyawarah Daerah.
8)     Rapat Kerja Daerah.
9)    Rapat Kolektif Pimpinan Daerah.
10)   Musyawarah Kelurahan.
11)   Rapat Kolektif Pimpinan Kelurahan.
12)   Forum Warga Siaga.



Pasal 16
Pengambilan Keputusan
1.    Keputusan Sidang/Rapat Organisasi di semua tingkatan pada dasarnya dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila dalam hal pengambilan keputusan tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara terbanyak.
2.    Pengambilan keputusan yang menyangkut orang dilakukan secara tertutup, sedangkan pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan dapat dilakukan secara terbuka.


Pasal 17
MUSYAWARAH NASIONAL
1.    Musyawarah Nasional adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi.
2.    Musyawarah Nasional diselenggarakan setiap 5 (Lima) tahun sekali.
3.    Musyawarah Nasional mempunyai wewenang:
a.    Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah 
       Tangga Organisasi.
b.    Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Strategi dan Taktik Perjuangan Organisasi.
c.    Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Program Perjuangan Organisasi.
d.    Mengevaluasi dan menilai pertanggungjawaban Kolektif Pimpinan Nasional Organisasi.
e.    Memilih dan Menetapkan Kolektif Pimpinan Nasional.
f.     Menilai dan melakukan rehabilitasi anggota Organisasi yang terkena sanksi pemecatan.
g.    Membuat dan menetapkan keputusan lainnya.
4.    Dalam keadaan mendesak, dapat dilakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
5.    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Musyawarah Nasional diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
Pasal 18
Rapat Kolektif Pimpinan Nasional
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
2.    Rapat Kerja Nasional adalah rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL yang diperluas dan dilaksanakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL serta dihadiri oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL, Alat Kelengkapan Organisasi tingkat Nasional, unsur KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, dan unsur Organisasi lainnya.
3.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19
MUSYAWARAH WILAYAH

1.    Musyawarah Wilayah adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi tingkat provinsi.
2.    Musyawarah Wilayah diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.
3.    Musyawarah Wilayah mempunyai wewenang:
        a.    Mengevaluasi dan Menilai laporan pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
        b.    Menghimpun, merumuskan, dan mengkoordinasikan program kerja Organisasi diwilayah Propinsi    
               bersangkutan.
        c.    Memilih KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan musywarah wilayah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 20
Rapat Kolektif Pimpinan Wilayah
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
2.    Rapat Kerja Wilayah adalah rapat unsur KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dan unsur KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH serta unsur KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang membidangi wilayah tertentu dengan pimpinan kepengurusan di wilayahnya untuk mengkoordinasikan langkah-langkah pelaksanaan tugas Organisasi.
3.    Ketentuan mengenai pelaksanaan Rapat Kerja Wilayah Organisasi selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 21
Musyawarah Daerah
1.    Musyawarah Daerah adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi ditingkat Kota/Kabupaten.
2.    Musyawarah Daerah diadakan 5 tahun sekali.
3.    Musyawarah Daerah mempunyai wewenang:
a.    Mengevaluasi dan Menilai laporan pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
b.    Menghimpun, merumuskan, dan mengkoordinasikan program kerja Organisasi diwilayah
       Kota/Kabupaten bersangkutan.
c.    Memilih KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


Pasal 22
Rapat Kolektif Pimpinan Daerah
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
2.    Rapat Kerja Daerah adalah rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang diperluas dan dilaksanakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH serta dihadiri oleh unsur KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH,Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, Alat Kelengkapan Organisasi tingkat Daerah, unsur KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN, dan Unsur KOMUNITAS WARGA SIAGA.
3.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 23
Musyawarah Kelurahan
1.    Musyawarah Kelurahan adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat Kelurahan.
2.    Musyawarah Kelurahan diadakan sekali dalam 5 tahun
3.    Musyawarah Kelurahan mempunyai wewenang:
a.    Mengevaluasi dan Menilai laporan pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN;
b.    Menghimpun, merumuskan, dan mengkoordinasikan program kerja Organisasi di tingkat  
                      Kelurahan;
c.    Memilih kepengurusan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 24
Rapat Kolektif Pimpinan Kelurahan
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
2.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 25
Forum Warga Siaga
1.    Forum Warga Siaga adalah forum tertinggi Organisasi di tingkat Rukun Tetangga.
2.    Forum Warga Siaga diadakan 2 kali dalam sebulan.


3.    Forum Warga Siaga mempunyai wewenang:
a. Mengevaluasi Menilai laporan pertanggungjawaban Komunitas Warga Siag.
b. Menghimpun, merumuskan, dan mengoordinasikan program kerja Organisasi di tingkat Rukun Tetangga
c.  Dapat Memilih kepengurusan Komunitas Warga Siaga jika pengurus  :
     1. Mengundurkan Diri
     2. Cacat Mental
     3. Meninggal Dunia
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Forum Warga Siaga diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Bagian Keenam
Jenjang/Hirarki Peraturan Organisasi
Pasal 26
Peraturan Organisasi yang bersifat mengatur disusun dengan urutan jenjang/hierarki
1)       Anggaran Dasar
2)       Anggaran Rumah Tangga
3)       Keputusan Musyawarah Nasional
4)       Peraturan Organisasi
5)       Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
6)       Instruksi KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
7)       Keputusan Musyawarah Wilayah
8)       Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH
9)       Keputusan Musyawarah Daerah
10)    Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
11)    Keputusan Musyawarah Kelurahan
12)    Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN

Pasal 27
Peraturan Organisasi yang bersifat menetapkan disusun dengan urutan jenjang/hierarki:
1)    Anggaran Dasar
2)    Anggaran Rumah Tangga
3)    Ketetapan Musyawarah Nasional
4)    Ketetapan Kolektif Pimpinan Nasional
5)    Ketetapan Musyawarah Wilayah
6)    Ketetapan Kolektif Pimpinan Wilayah
7)    Ketetapan Musyawarah Daerah
8)    Ketetapan Kolektif Pimpinan Daerah
9)    Ketetapan Musyawarah Kelurahan
10) Ketetapan Kolektif Pimpinan Kelurahan
Pasal 28
1.    Ketetapan/Keputusan Organisasi yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Ketetapan/Keputusan Organisasi yang lebih tinggi
2.    Ketetapan/Keputusan yang bertentangan dengan Ketetapan/Keputusan yang lebih tinggi dinyatakan tidak sah oleh kepengurusan satu tingkat di atasnya dan dinyatakan tidak berlaku.
3.    Ketetapan Organisasi bersifat lebih konstan dan tidak terpengaruh oleh dinamika internal maupun eksternal dan diatur dalam Peraturan Organisasi.
4.    Keputusan Organisasi dan Instruksi Organisasi bersifat temporer, dapat berubah yang disesuaikan dengan kebutuhan dinamika yang dihadapi pengurus Organisasi pada tingkatannya dan diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 29
1.    Setiap tingkat kepengurusan organisasi, harus melaksanakan Keputusan/Ketetapan Organisasi yang diatasnya.
2.    Kepengurusan Organisasi yang tidak menaati atau menentang Keputusan/Ketetapan Organisasi diatasnya dikenai sanksi yang diatur dalam Peraturan Organisasi.


Bagian Ketujuh
Keuangan dan Perbendaharaan Organisasi
Pasal 30
1.    Harta kekayaan Organisasi terdiri dari:
a.    Harta bergerak
b.    Harta tidak bergerak
2.    Harta kekayaan Organisasi diperoleh dari:
a.    Uang pangkal dan iuran anggota Organisasi
b.    Sumbangan yang tidak mengikat
c.    Pendapatan lain yang sah
Pasal 31
1.    Pengelolaan harta kekayaan Organisasi diutamakan guna pencapaian tujuan Organisasi.
2.    Pengelolaan semua harta kekayaan Organisasi dilakukan oleh Kolektif Pimpinan Nasional pada tingkat Nasional dan dipertanggungjawabkan secara berkala di dalam Rakernas.
3.    Pengelolaan semua harta kekayaan Organisasi di semua tingkatan dilakukan oleh kepengurusan Organisasi di tingkat masing-masing
4.    Ketentuan mengenai iuran anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
LAMBANG, BENDERA, MARS dan HYMNE
Pasal 32
1.    Organisasi mempunyai Lambang, Bendera, Mars dan Hymne yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
2.    Pembuatan dan tata cara penggunaan Lambang, Bendera, Mars dan Hymne Organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB VI
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 33
Apabila terdapat perbedaan tafsir mengenai suatu ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, tafsir yang sah adalah yang ditetapkan oleh Kolektif Pimpinan Nasional dan dipertanggung jawabkan dalam Musyawarah Nasional.
BAB VII
KETENTUAN PERUBAHAN
Pasal 34
1.    Asas, Jati Diri dan Tujuan Organisasi hanya dapat diubah oleh ketetapan Musyawarah Nasional yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya empat perlima jumlah Wilayah Organisasi dan disetujui oleh sekurang-kurangnya empat perlima jumlah utusan Musyawarah Nasional yang hadir.
2.    Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan dalam Musyawarah Nasional dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara utusan yang hadir.
 BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi yang tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar.
Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.






ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Penerimaan Calon Anggota
1.    Setiap orang yang ingin menjadi anggota Organisasi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengurus Struktural di tempat yang bersangkutan berdomisili dan membayar uang pangkal.
2.    Dalam hal tidak adanya kemampuan dan/atau belum terbentuknya Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, maka yang menerima permohonan menjadi anggota adalah KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.

Pasal 2
Penerimaan Anggota
1.    Penerimaan menjadi anggota melalui masa pembinaan yang lamanya 2 (dua) minggu.
2.    Selama menjalani masa pembinaan yang bersangkutan dinyatakan sebagai calon anggota.
3.    Calon anggota yang sudah memenuhi persyaratan, sebelum dilantik menjadi anggota wajib mengucapkan sumpah/janji sebagai anggota yang diatur dalam Peraturan Organisasi.
4.    Pengesahan seseorang menjadi anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
5.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dapat menolak seseorang yang mengajukan permintaan menjadi anggota Organisasi.
6.    Penerimaan atau penolakan seseorang menjadi anggota Organisasi diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
7.    Kepada setiap anggota Organisasi diberikan Kartu Anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN. Dan Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN wajib meneruskan dokumen anggota tersebut pada ayat 6 pasal ini, kepada Kolektif Pimpinan daerah dan ditembuskan ke KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH serta KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
8.    Kolektif Pimpinan Daerah Organisasi wajib memasukkan dalam Buku Induk Anggota Organisasi di wilayahnya dan melaporkan penambahan anggotanya ke KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL setiap triwulan.
9.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN mempunyai Buku Catatan Anggota Organisasi di wilayahnya.
10. Bentuk, Pengesahan, dan Registrasi penomoran Kartu Anggota Organisasi & Buku Catatan Anggota Organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 3
Kader Organisasi
1.    Kader Organisasi adalah anggota Organisasi yang dedikasi, loyalitas dan pengabdiannya kepada Organisasi dan masyarakat umum tidak tercela.
2.    Kader Organisasi dipilih, ditetapkan, dan diangkat dari anggota Organisasi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a.      Memiliki kemantapan ideologi, politik, dan kemampuan berorganisasi yang  tinggi;
b.     Telah membuktikan kesetiaan dan ketaatan kepada Organisasi;
c.      Telah membuktikan kemampuannya menggerakkan dan/atau melaksanakan kegiatan dalam jajaran Organisasi dan/atau masyarakat;
d.     Telah lulus kursus kader yang diselenggarakan oleh Organisasi;
3.    Kriteria dan tata cara penentuan Kader Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 4
Hak Anggota
1.    Setiap anggota Organisasi berhak:
a.    Mendapat perlakuan yang sama di dalam Organisasi;
b.    Menghadiri rapat-rapat organisasi;
c.    Menyampaikan pendapat dan keinginan kepada Organisasi, baik tertulis maupun lisan;
d.    Menggunakan hak suara dalam rapat serta hak memilih dan dipilih untuk jabatan dalam Organisasi;
e.    Memperoleh perlindungan dan pembelaan dari Organisasi, selama tidak bertentangan dengan Asas, Jati Diri dan Tujuan Organisasi.
2.    Untuk dapat dipilih dan ditetapkan pada jabatan dalam Organisasi, anggota harus telah membuktikan kesetiaan, kemampuan, pengabdian, dan disiplinnya.
3.    Ketentuan lebih lanjut dalam Pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 5
Kewajiban Anggota
1.    Anggota Organisasi mempunyai kewajiban:
a.    Memegang teguh Asas, Jati Diri dan Watak Organisasi;
b.    Melaksanakan Tujuan, Fungsi, Tugas, dan kebijakan Organisasi;
c.    Menaati peraturan dan keputusan Organisasi;
d.    Menjunjung tinggi Disiplin Organisasi;
e.    Menjaga nama baik dan kehormatan Organisasi;
f.     Menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Organisasi dengan penuh tanggung jawab;
g.    Membayar Iuran Wajib Organisasi;
h.    Menjaring dan menyaring sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) calon anggota baru dalam tempo 2 (dua) tahun pertama tercatat sebagai anggota Organisasi.
2.    Kewajiban anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.


Pasal 6
1.    Anggota Organisasi yang hendak melakukan kegiatan atas nama Organisasi yang bukan menjadi Tugas dan Fungsinya harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Pengurus Organisasi di tingkatannya.
2.    Anggota Organisasi yang akan duduk dalam strutural Partai tidak atas usulan Organisasi harus memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari Pengurus Organisasi di tingkatannya.
3.    Anggota Organisasi yang duduk dalam jabatan politik dan jabatan publik atas usulan Organisasi harus bersedia mengundurkan diri apabila Organisasi memutuskan demikian.
Pasal 7
Berakhirnya Keanggotaan

Keanggotaan Organisasi dinyatakan berakhir karena:
1.      Mengundurkan diri, yang dinyatakan oleh yang bersangkutan secara tertulis yang memuat alasan pengunduran diri, ditujukan kepada KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH Organisasi



2.    Diberhentikan karena:
a.    Melakukan pelanggaran hukum pidana yang diancam hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara dan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kecuali bagi anggota yang terpidana karena membela Organisasi, KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL Organisasi memberikan pertimbangan obyektif sebelum melaksanakan keputusan ini;
b.    Terkena sanksi pemecatan oleh Organisasi.
3.    Meninggal dunia, yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang.
BAB II
DISIPLIN dan SANKSI
Bagian Pertama
Disiplin
Pasal 8
1.    Untuk memantapkan mekanisme organisasi, menjaga kewibawaan, dan menegakkan citra Organisasi, maka disusun ketentuan tentang Disiplin Organisasi.
2.    Setiap anggota Organisasi harus menaati Disiplin Organisasi.
3.    Terhadap pelanggaran Disiplin Organisasi dikenakan sanksi oleh Kepengurusan Organisasi sesuai tingkatannya setelah mendapat rekomendasi dari Komite Disiplin Organisasi.
4.    Organisasi membentuk Komite Disiplin untuk tingkat Nasional, Wilayah dan Daerah yang bertugas memberikan rekomendasi yang menyangkut pelanggaran Disiplin Organisasi kepada Kepengurusan Organisasi sesuai tingkatannya.
5.    Susunan dan mekanisme kerja Komite Disiplin diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 9
Disiplin Organisasi yang Bersifat Larangan

Disiplin Organisasi yang bersifat larangan adalah:
1.    Anggota Organisasi dilarang melakukan kegiatan yang merugikan nama baik dan kepentingan Organisasi;
2.    Anggota Organisasi dilarang melalaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh Organisasi;
3.    Anggota Organisasi dilarang melakukan kegiatan dan tindakan yang bertentangan dengan Peraturan Organisasi;
4.    Anggota Organisasi dilarang membocorkan rahasia Organisasi;
5.    Anggota Organisasi dilarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menciderai kepercayaan rakyat kepada Organisasi;
6.    Anggota Organisasi dilarang menerima atau memberi uang atau materi lainnya dari orang perorangan atau instansi dari dalam maupun luar Organisasi untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan citra Organisasi;
7.    Anggota Organisasi dilarang melakukan dan/atau menggunakan tindak kekerasan fisik dan intimidasi dengan mengatasnamakan Organisasi.


Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 10
1.    Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anggota Organisasi atas pelanggaran Disiplin Organisasi terdiri atas:
a.    Peringatan;
b.    Pembebastugasan dari jabatan Organisasi dan/atau jabatan atas nama Organisasi;
c.    Pemberhentian sementara (skorsing);
d.    Pemecatan.
2.    Semua sanksi yang dijatuhkan harus dinyatakan secara tertulis oleh kepengurusan yang menjatuhkan sanksi.
Pasal 11
1.    Penetapan untuk menjatuhkan sanksi diputuskan dan dilaksanakan dalam rapat kepengurusan Organisasi setelah mendapat rekomendasi dari Komite Disiplin.
2.    Wewenang Kepengurusan untuk menjatuhkan sanksi:
a.    Sanksi Peringatan, dijatuhkan kepada anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN, KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
b.    Sanksi Pembebastugasan dari jabatan Organisasi dan/atau jabatan atas nama Organisasi dilakukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
c.    Sanksi Pemberhentian Sementara (skorsing) dilakukan hanya oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
d.    Sanksi Pembebastugasan dan Pemberhentian Sementara (skorsing), oleh kepengurusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH harus dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan atau penolakan;
e.    Apabila persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL tidak diberikan dalam waktu 2 (dua) bulan, maka keputusan Pembebastugasan dan/atau Pemberhentian Sementara tersebut dinyatakan sah dan tetap diberlakukan;
f.     Sanksi Pemecatan, hanya dapat dilakukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL atas usulan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, kecuali bagi kader Organisasi yang bertugas di tingkat Nasional dilakukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL;
g.    Sanksi Pembebastugasan, Pemberhentian Sementara, dan Pemecatan baru dapat dilaksanakan setelah didahului peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh jajaran Organisasi pada tingkatannya, kecuali terhadap Pelanggaran Berat, KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dapat dengan segera menjatuhkan Sanksi Pemecatan.
3.    Yang termasuk Pelanggaran Berat antara lain:
a.    Membocorkan rahasia Organisasi;
b.    Memecah belah Organisasi dan/atau pembangkangan terhadap keputusan Organisasi;
c.    Terlibat dalam penyalahgunaan atau pengedar Narkoba dan/atau psikotropika berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
d.    Terlibat praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e.     Pelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 yang merupakan wujud dari disiplin Organisasi yang utama.
4.    Yang tidak termasuk dalam Pelanggaran Berat sebagaimana diatur Pasal 11 ayat 3, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 12
1.    Anggota yang dikenakan sanksi Pemecatan dapat membela diri secara lisan maupun tertulis di dalam Musyawarah Nasional atas permintaan yang bersangkutan.
2.    Musyawarah Nasional setelah mendengar dan mempelajari pembelaan anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini mengambil keputusan membatalkan atau mengukuhkan sanksi yang telah jatuh.
3.    Bagi anggota Organisasi di struktural Partai dan/atau pada lembaga-lembaga negara ditingkat Nasional, Wilayah atau Daerah, atau Cabang yang dikenakan sanksi Pemecatan, Organisasi memberitahukan secara tertulis kepada lembaga tempat yang bersangkutan ditugaskan.
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 13
1.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dapat melakukan pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi di bawahnya. Sedangkan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dapat membekuan dan membubarkan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH. Hal ini selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.
2.    Pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi dilaksanakan apabila kepengurusan dimaksud melakukan hal yang merugikan atau membahayakan Organisasi:
a)    Kepengurusan Organisasi mengambil kebijakan yang menyimpang atau bertentangan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh jajaran Organisasi yang lebih tinggi;
b)    Kepengurusan Organisasi terpecah dalam kelompok-kelompok yang tidak dapat lagi dipertemukan dan saling bertentangan mengenai kebijakan Organisasi;
c)    Sebagian besar atau seluruh kepengurusan Organisasi terlibat langsung dalam kegiatan menentang kepemimpinan jajaran Organisasi satu tingkat yang lebih tinggi;
d)    Kepengurusan Organisasi yang tidak dapat melaksanakan tugasnya yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
3.    Dalam hal diperlukan pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi untuk tingkat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, maka tugas dan tanggung jawab kepengurusan Organisasi tersebut berada di tangan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk membentuk kepengurusan yang baru.
Pasal 14
1.  KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL Menunjuk Pelaksana Harian untuk melakukan kegiatan rutin dari kepengurusan yang dibekukan/dibubarkan dan mempersiapkan pembentukan kepengurusan baru.
2.   Tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL kepada Pelaksana Harian tersebut berlangsung dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
3.    Dalam hal pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi di tingkat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN, maka tugas dan tanggung jawab kepengurusan tersebut berada di tangan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH untuk melakukan konsolidasi dan pembentukan kepengurusan baru.
4.    KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, menunjuk Pelaksana Harian untuk melakukan kegiatan rutin dari kepengurusan yang dibekukan/dibubarkan dan mempersiapkan pembentukan kepengurusan baru.
5.    Tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, kepada Pelaksana Harian tersebut berlangsung dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
BAB III
ORGANISASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 15
1.    Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9 Anggaran Dasar, maka disusun struktur organisasi dalam bentuk jenjang/hirarki Kepengurusan Organisasi yang bersifat kolektif-kolegial dari tingkat Nasional, Wilayah, Daerah, Kelurahan.
2.    Kepengurusan Organisasi di semua tingkatan dibentuk secara demokratis sesuai dengan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3.    Dalam hal di suatu wilayah belum terbentuk kepengurusan, KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL menentukan kebijakan tertentu untuk menetapkan kepenguruan sementara.
Pasal 16
1.    Setiap tindakan atau keputusan Pengurus yang mengatasnamakan Organisasi harus diputuskan melalui Rapat Organisasi.
2.    Permasalahan yang tidak terselesaikan di Kepengurusan tingkat tertentu, diteruskan penyelesaian permasalahan tersebut kepada jenjang Kepengurusan Organisasi sampai 2 (dua) tingkat di atasnya secara bertahap, bertingkat, dan berlanjut.
3. Setiap Kepengurusan Organisasi di semua tingkatan harus secara aktif mencari calon anggota.
Bagian Kedua
Kepengurusan
Kolektif Pimpinan Nasional (KPN)
Pasal 17
1.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL merupakan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi berdasarkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
2.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
3.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mempunyai wewenang bertindak ke luar dan ke dalam untuk dan atas nama Organisasi.
4.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL menetapkan Pedoman dan Peraturan Organisasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas Organisasi berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan Musyawarah Nasional.
5.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mempunyai tugas sebagai berikut:
a)    Melaksanakan peraturan, keputusan, dan program Organisasi di tingkat nasional serta menyelenggarakan manajemen Organisasi secara modern
b)    Memberikan bimbingan dan pengawasan kepada Alat Kelengkapan Organisasi, petugas Organisasi dalam Partai dan/ atau lembaga-lembaga negara lainnya di tingkat nasional;
c)    Memberikan bimbingan dan pengawasan kepada KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
d)     Melaksanakan konsolidasi organisasi dan pendidikan kader di tingkat Nasional.
6.    Anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL, setelah dipilih oleh Musyawarah Nasional, mengucapkan Sumpah/Janji di dalam Musyawarah Nasional.
7.    Anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL wajib mendahulukan tugas dan tanggung jawab sebagai pengurus Organisasi. Dalam hal anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL berkeinginan menempati jabatan lain di bidang politik, harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
8.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mengesahkan pendirian KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
9.    KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mengesahkan struktur, komposisi, dan personalia KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
10. KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL menetapkan petugas Organisasi, yang ditugaskan di dalam Kepengurusan Partai dan/atau lembaga-lembaga negara atau organisasi lain di tingkat nasional.
Pasal 18
1.    Apabila terjadi kekosongan pengurus dalam KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL oleh karena:
a)    Meninggal dunia;
b)    Berhalangan tetap;
c)    Terkena sanksi pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun dan/atau yang sudah berkekuatan hukum tetap;
d)    Melanggar Sumpah/Janji jabatan;
e)    Mengundurkan diri;
f)     Tidak lagi aktif melaksanakan Tugas Organisasi selama 3 (tiga) bulan;
g)    Melakukan tindakan indisipliner terhadap keputusan Organisasi,
Maka Ketua Umum bersama Sekretaris Jenderal memutuskan pengisian kekosongan pengurus.
2.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL yang terkena sanksi, pelaksanaannya diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
3.    Fungsionaris Alat Kelengkapan Organisasi di tingkat nasional lainnya yang terkena sanksi, dilaksanakan sesuai pasal 11 Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19
1.    Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9 Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
2.    Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL terdiri atas :
a.    Ketua Umum, Satu orang Ketua Umum bertugas dan bertanggung jawab atas eksistensi dan kinerja Organisasi secara internal dan eksternal;
b.    Ketua Umum dibantu beberapa orang Ketua Bidang yang bertugas menangani masalah Organisasi dan Keanggotaaan, Politik, Kaderisasi, Penelitian dan Pengembangan, Propaganda dan Media, Advokasi Kesehatan dan Pengembangan Usaha.
c.    Sekretaris Jenderal,
Satu orang Sekretaris Jenderal yang membantu Ketua Umum yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan Organisasi;
d.    Sekretaris Jenderal dibantu beberapa orang Wakil Sekretaris Jenderal. Selain membantu Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal bertugas membantu Ketua-ketua Bidang yang menangani masalah internal dan eksternal Organisasi di bidang kesekretariatan;
e.    Bendahara, Satu orang Bendahara yang membantu Ketua Umum yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan Organisasi,
f.     Bendahara dibantu beberapa orang Wakil Bendahara.
Kolektif Pimpinan Wilayah (KPW)
Pasal 20
1.    KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH adalah pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat Daerah/Propinsi.
2.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH setelah dipilih dalam musyawarah wilayah mengucapkan sumpah/janji jabatan di depan musyawarah wilayah.
3.    KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH mempunyai wewenang dan kewajiban:
a.    Menumbuhkembangkan, memantapkan, dan membina kepengurusan Organisasi di wilayahnya;
b.    Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran Organisasi di wilayahnya.
c.    Memimpin, mengkoordinasikan, dan melakukan supervisi terhadap KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan kegiatan Organisasi di tingkat Daerah;
d.    Mengesahkan struktur, komposisi, dan personalia KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN di wilayahnya;
e.    Melaksanakan Program Kerja Organisasi di Wilayah;
f.     Menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
g.    Memutuskan dengan persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk menarik kembali petugas Organisasi di struktur Partai dan/atau lembaga negara dan organisasi lain di daerah;
h.    Menyelenggarakan Musyawarah Wilayah dan menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah Wilayah;
i.      Menetapkan personil Organisasi, untuk bertugas di lembaga negara maupun organisasi lain di tingkat Daerah.
Pasal 21
1.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang terkena sanksi pembebas tugasan oleh dan setelah melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan.
2.    Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 22
1.    Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9 Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
2.    Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH terdiri atas:
a.    Ketua, Satu orang Ketua bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja Organisasi secara internal dan eksternal di wilayahnya;
b.    Ketua dibantu beberapa orang Wakil Ketua merangkap sebagai ketua-ketua daerah yang bertugas memberi masukan dan pendapat pada setiap keputusan yang  akan ditetapkan oleh ketua.
 c.    Sekretaris, Satu orang Sekretaris yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan Organisasi;
d.    Bendahara, Satu orang Bendahara yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan Organisasi;
e. dalam membantu tugas-tugas  Kolektif Pimpinan Wilayah, kolektif pimpinan wilayah membentuk  koordinator divisi yang membidangi organisasi dan keanggotaan, politik, kaderisasi, litbang, propaganda dan media, advokasi kesehatan dan penegembangan usaha.
f.    Uraian tugas, tata kerja, dan sistem prosedur organisasi KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.
Kolektif Pimpinan Daerah (KPD)
Pasal 23
1.      KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH adalah pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota.Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH setelah dipilih dalam Musyawarah Daerah mengucapkan sumpah/janji jabatan di depan Musyawarah Daerah.
2.    KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH mempunyai wewenang dan kewajiban:
a.    Menumbuh kembangkan, memantapkan, dan membina kepengurusan Organisasi diwilayahnya;
b.    Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran Organisasi di wilayahnya;
c.    Memimpin, mengkoordinasikan, dan melakukan supervisi terhadap Kolektif Pimpinan Kelurahan Organisasi dan kegiatan Organisasi di wilayahnya;
d.    Mengesahkan struktur, komposisi, dan personalia Pimpinan Kelurahan di wilayahnya;
e.    Melaksanakan Program Kerja Organisasi di daerah;
f.     Menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

g.    Memutuskan dengan dan atas persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan persetujuan KOLEKTIF
        PIMPINAN NASIONAL untuk menarik kembali petugas Organisasi di struktur Partai dan/atau lembaga
        negara dan organisasi lain di daerah;
h.    Menyelenggarakan Musyawarah Daerah  dan menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah Daerah;
i.      Menetapkan personil Organisasi, untuk bertugas baik di lembaga negara maupun organisasi lain di tingkat Daerah.
Pasal 24
1.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang terkena sanksi pembebastugasan oleh dan setelah melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan.
2.    Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH diatur dalam Peraturan
Organisasi.
Pasal 25
1.    Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9 Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
2.    Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH terdiri atas:
a.    Ketua, Satu orang Ketua bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja Organisasi secara internal dan eksternal di Kabupaten/Kota;
b.    Ketua dibantu beberapa orang Wakil Ketua yang bertugas menangani masalah memberi masukan dan pendapat pada setiap keputusan yang  akan ditetapkan oleh ketua.
 c.    Sekretaris, Satu orang Sekretaris yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan Organisasi;
d.    Bendahara, Satu orang Bendahara yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan Organisasi;
e.     dalam membantu tugas-tugas  Kolektif Pimpinan Daerah, kolektif pimpinan Daerah membentuk  koordinator divisi yang membidangi organisasi dan keanggotaan, politik, kaderisasi, litbang, propaganda dan media, advokasi kesehatan dan penegembangan usaha.
3.    Uraian tugas, tata kerja, dan sistem prosedur organisasi KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.



Kolektif Pimpinan Kelurahan (KPK)
Pasal 26
1.    KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN adalah pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat Kelurahan.
2.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN setelah dipilih dalam Musyawarah Kelurahan mengucapkan sumpah/janji jabatan di depan Musyawarah Kelurahan.
3.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN terdiri atas :
a.    Seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua;
b.    Seorang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris;
c.    Seorang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
4.    Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN yang terkena sanksi pembebas tugasan oleh dan setelah melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH untuk mendapatkan persetujuan.
5.    Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN diusulkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH kepada KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH untuk mendapatkan persetujuan.
Pasal 27
KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN mempunyai wewenang dan kewajiban:
1.    Menumbuhkembangkan, memantapkan, dan membina kepengurusan Organisasi di wilayahnya;
2.    Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran Organisasi di wilayahnya;
3.    Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi di tingkat Kelurahan;
4.    Melaksanakan Program Kerja Organisasi di kelurahan;
5.    Menjatuhkan sanksi Peringatan terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
6.    Menyelenggarakan Musyawarah Kelurahan nyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah Kelurahan;
Bagian Ketiga
Rapat-Rapat Organisasi
Musyawarah Nasional
Pasal 28
1.    Musyawarah Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan utusan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang terdiri atas sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
2.    Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH di dalam Musyawarah Nasional diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 29
1.    Musyawarah Nasional dihadiri oleh peserta, peninjau, dan undangan yang ditentukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
2.    Musyawarah Nasional diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
3.    Sidang Musyawarah Nasional dipimpin oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sampai terpilihnya Pimpinan Musyawarah Nasional yang terpilih dari dan oleh peserta Musyawarah Nasional.
Pasal 30
Dalam keadaan mendesak Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat dilangsungkan apabila:
1.    Musyawarah Nasional Luar Biasa diadakan atas permintaan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang diputuskan dalam Musyawarah Daerah Khusus dan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang diputuskan dalam Musyawarah Wilayah Khusus;
2.    Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat juga diadakan atas permintaan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dengan persetujuan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH;
3.    Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
4.    Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat 3 Anggaran Dasar Organisasi.
Rapat Kolektif Pimpinan Nasional
Pasal 31
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dihadiri oleh Ketua Umum dan/atau Ketua-ketua Bidang, Sekjen dan/atau Wakil Sekjen, dan Bendahara dan/atau Wakil Bendahara.
2.    Rakernas dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL, Alat Kelengkapan Organisasi di tingkat Nasional, Kolektif Pimpinan Wilayah dan Kolektif Pimpinan Daerah, serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
Pasal 32
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Membahas perkembangan situasi dan kondisi nasional;
b.    Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam pelaksanaan Program Organisasi;
c.    Membahas laporan dari Alat Kelengkapan Organisasi dan laporan perkembangan dari KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
d.    Merumuskan dan memutuskan kebijakan Organisasi sesuai garis Organisasi;
2.    Rakernas berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.    Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakernas sesuai dengan pelaksanaan tugas di wilayahnya masing-masing untuk disinkronkan dengan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH;
b.    Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi sesuai dengan dinamika masyarakat dan kebijakan Organisasi serta yang menyangkut kondisi internal Organisasi.
Musyawarah Wilayah
Pasal 33
1.    Musyawarah Wilayah dilaksanakan oleh kepengurusan Nasional, Wilayah, atau Daerah.
2.    Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Ketua Kolektif Pimpinan Wilayah pada tingkatan dan wilayah bersangkutan, yang dihadiri oleh unsur Kolektif Pimpinan Organisasi pada tingkatannya masing-masing.
Musyawarah Wilayah diadakan untuk:
  1. Menerima dan membahas laporan dari Kolektif Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus Organisasi di wilayahnya;
  2. Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi;
  3. Mengkoordinasikan langkah pelaksanaan kegiatan Organisasi selanjutnya.
  4. Pergantian Kepengurusan Kolektif Pimpinan Wilayah
3.    Musyawarah Wilayah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh setengah plus satu pengurus Kolektif Pimpinan Wilayah , sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah daerah dan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah utusan Daerah.
4.    Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH di dalam Musyawarah Wilayah diatur dalam Peraturan Organisasi.
5.    Musyawarah  Wilayah dihadiri oleh :
Seluruh pengurus kolektif pimpinan wilayah, seluruh kolektif pimpinan daerah, perwakilan dari kolektif pimpinan kelurahan dan unsur kolektif pimpinan nasional atau perwakilan kolektif pimpinan nasional yang mendapatkan mandat.
Rapat Kolektif Pimpinan Wilayah
Pasal 34
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau Wakil-wakil Bendahara.
2.    Rakerwil dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, Alat Kelengkapan Organisasi di tingkat Daerah, dan kolektif Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus Organisasi serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
Pasal 35
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Membahas perkembangan situasi dan kondisi nasional;
b.    Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam pelaksanaan Program Organisasi;
c.    Membahas laporan dari Alat Kelengkapan Organisasi dan laporan perkembangan dari KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
d.    Merumuskan dan menjabarkan kebijakan Organisasi sesuai garis organisasi.
2.    Rakerwil berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.    Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakerda sesuai dengan pelaksanaan tugas di wilayahnya masing-masing;
b.    Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.



Musyawarah Daerah
Pasal 37
1.    Musyawarah Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang dipilih dalam Musyawarah Daerah yang khusus diadakan untuk itu terdiri dari sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah  Kolektif Pimpinan Kelurahan dan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah utusan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
2.    Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN di dalam Musyawarah Daerah diatur dalam Peraturan Organisasi.
3.    Musyawarah Daerah dihadiri oleh wakil dari Alat Kelengkapan Organisasi tingkat
kelurahan atas undangan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagai peninjau dan tidak mempunyai hak suara;
4. Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan dipimpin oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dengan didampingi oleh unsur Pimpinan Musyawarah Daerah yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Daerah.
Rapat kolektif Pimpinan Daerah
Pasal 38
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau Wakil-wakil Bendahara.
2.    Rakerda dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, Alat Kelengkapan Organisasi di tingkat Cabang, dan Dewan Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus Organisasi serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
Pasal 38
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Membahas perkembangan dinamika masyarakat dan yang menyangkut kehidupan internal Organisasi di wilayahnya;
b.    Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam pelaksanaan Program Organisasi;
c.    Membahas laporan dari KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dan Alat Kelengkapan Organisasi sesuai dengan pelaksanaan tugasnya masing-masing;
d.    Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi;
2.    Rakerda berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.    Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakerda sesuai dengan pelaksanaan tugas di wilayahnya masing-masing;
b.    Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.
Musyawarah Kelurahan
Pasal 39
1.    Musyawarah Kelurahan dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari dua pertiga jumlah Komisariat dan lebih dari dua pertiga jumlah utusan PK yang dipilih dalam Musyawarah Komunitas warga siaga yang khusus diadakan untuk itu.
2.    Jumlah utusan dan hak suara dari Komunitas warga siaga di dalam Musyawarah Kelurahan diatur dalam Peraturan Organisasi.
3.    Musyawarah Kelurahandiselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dan dipimpin oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dengan didampingi oleh unsur Pimpinan Musyawarah Kelurahan yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Kelurahan.
4.    KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH mempunyai wewenang untuk mengambil langkah yang dipandang perlu demi kelancaran jalannya Musyawarah Kelurahandengan perpedoman kepada Peraturan Organisasi yang berlaku, dan untuk itu dapat didelegasikan kepada KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH di wilayah yang bersangkutan.
5.    Musyawarah Kelurahan mempunyai wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
a.    Menetapkan penjabaran program kegiatan di tingkat Kelurahan berdasarkan program kerja Organisasi;
b.    Menegakkan pelaksanaan Peraturan dan Keputusan Organisasi di tingkat Kelurahan;
c.    Menilai kinerja dan kegiatan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN;
d.    Memilih KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
Rapat Kolektif Pimpinan Kelurahan
Pasal 40
1.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua, Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau Wakil-wakil Bendahara.
2.    Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.    Membahas perkembangan dinamika masyarakat dan yang menyangkut kehidupan internal Organisasi di wilayahnya;
b.    Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam pelaksanaan Program Organisasi;
c.    Membahas laporan dari Komunitas warga siaga sesuai dengan pelaksanaan tugasnya masing masing;
d.    Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.

BAB IV
KEUANGAN DAN PERBENDAHARAAN

Pasal 41
1.    Besarnya uang pangkal dan iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 2 Anggaran Dasar serta cara pemungutan, pengaturan, dan pengelolaan ditetapkan dengan Peraturan Organisasi.
2.    Keuangan Organisasi disusun dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi Tahunan untuk tiap tingkatan kepengurusan.
3.    Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi disampaikan setiap tahun oleh Bendahara Organisasi di dalam Rapat Kerja di tingkatannya dan pada akhir masa jabatan bersamaan dengan penyampaian pertanggungjawaban kepengurusan pada masing-masing tingkatan

BAB V
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 42
Semua Peraturan Organisasi yang diamanatkan oleh Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini harus sudah ditetapkan dan diterbitkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberlakukan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Masa jabatan kepengurusan untuk KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH berakhir pada tahun pelaksanaan Musyawarah Nasional berikutnya.
 BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
1.    Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi yang tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.

2.    Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.

0 comments :

Posting Komentar

 
Design by Rekan Indonesia | Bloggerized by joel75 - Kolektif Pimpinan Pusat