Kamis, 21 Februari 2013
Setelah Dera, Wafatlah Zara !
Sektor pelayanan kesehatan Indonesia kembali mendapatkan sorotan tajam. Usai dihadapkan dengan fakta pahit persoalan meninggalnya bayi Dera lantaran adanya penolakan dari 1o rumah sakit, kini duka yang sama juga dialami Zara Raven, bayi berumur 3 bulan. Akibat kemiskinan, Zara tidak mendapatlayanan medis dengan baik.
Buah hati pasangan Herman Hidayat (25) dan Prefti (23), wraga Kramat Jaya RT 03/12 Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok. Nyawa Zara tidak tertolong karena operasi jantung yang dijadwalkan terus ditunda. Zara adalah peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Dalam plafon Jamkesda depok setiap peserta hanya dijamin biaya perawatannya Rp 100 Juta. Namun, biaya operasi Zara melejit hingga Rp 200 juta.
Menghadapi biaya operasi yang melebihi plafon, Herman sempat mengurus pengajuan pengalihan pembiayaan dari daerah ke pusat c.q. P2JK Kemenkes RI. Namun belum selesai prosesbelum selsesai prosesnya, anak mereka sudahterlebih dahulu meninggal.
“Ini bukti omong kosong Menkes yang menyatakan bahwa rumah sakit tidak mungkin menelantarkan pasien hanya karena persoalan biaya. Buktinya kembali rakyat yang menjadi korban akibat buruknya pelayanan kesehatan rumah sakit di Indonesia” kecam Ahmad Ridowi, Ketua KPW DKI REKAN Indonesia, kamis (21/2/2013).
“Sudah saatnya menkes sebagai penanggungjawab peningkatan pelayanan kesehatan harus tegas dalam penerapan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap rumah sakit sesuai amanah UU RS. Mau tunggu berapa banyak lagi korban yang jatuh akibat buruknya pelayanan kesehatan di negeri kita ?” Ujar Ahmad Ridowi lagi.
Dalam kesempatan yang sama Drs. Aminuddin, Ketua Umum PUGAR Indonesia (Pusat Gerakan Relawan Indonesia) menyatakan “Sudah menjadi rahasia umummayoritas rumah sakit menutup-nutupi buruknya pelayanan mereka terhadap pasien miskin. Bahkan acap kali managemen rumah sakit mencarai berbagai alasan untuk lari dari tanggungjawab medis”
Sebenarnya prosedur jaminan kesehatan sudah diatur dengan baik, dimana rakyat miskin yang membutuhkan biaya pengobatanwajib ditanggung oleh pemerintah daerahnya, Dan ketika biayanya melebihi batas yang diberikanpemerintah daerah maka pemimpin daerah bisa mengeluarkan rekomendasi untuk penambahan biaya. Jika APBD-nya tidak mencukupi untuk penambahan biaya maka pemimpin daerah bisa mengajukan pengalihan biaya melalui kemenkes RI c.q P2JK. Namun sayangprosedur ini sering berbelit-belit dan menghambat tindakan medis yang harus dilakukan terhadap pasien (005-R).
* realese ini juga bisa dilihat di http : //m.theglobejournal.com/mobile.php?nomor=26137

0 comments :
Posting Komentar