Jumat, 14 Maret 2014

SELAYANG PANDANG KONDISI KAUM MUDA INDONESIA


Oleh : Ahmad Ridowi

Tulisan ini adalah sebatas pengantar untuk kta sama-sama merenung dan dapat mengelaborasi dan mengeksplorasi kondisi saat ini. Sehingga kita dapat menentukan sikap terhadap langkah apa yang harus kita ambil sebagai wujud tanggung jawab kaum muda terhadap nasib bangsa kedepan

Sejarah pergerakan bangsa Indonesia tidak lepas dari sejarah pergerakan kaum muda, mulai dari lahirnya Budi Oetomo (BU) 1908, Sumpah Pemuda 1928, pertempuran-pertempuran terbuka didaerah-daerah menghadapi kolonialisme Belanda, proklamasi 1945, sampai pada reformasi 1998 yang lalu. Praktis sejarah pergerakan didominasi oleh kaum muda yang menjadi ujung tombak dari suatu fase perubahan.

Nasionalisme, Miltansi dan idealisme yang tinggi di diri kaum muda membuat dinamika perjalanan pergerakan bangsa ini begitu dinamis dan berhasil membuat formulasi-formulasi baru dari setiap fase perubahan dalam sejarah bangsa ini. Dari yang bersifat tuntutan normatif seperti yang dilakukan BU ditahun 1908, naik menjadi tuntutan yang progresif yaitu merdeka 100 % di tahun 1928, naik menjadi tuntutan revolusioner yaitu memerdekakan bangsa pada tahun 1945, sampai pada reformasi pada tahun 1998.

Kemenangan kaum muda di pentas politik nasional begitu mendominasi, banyak tokoh-tokoh nasional lahir dari kaum muda, Dr Soetomo, Soekarno, Syahrir, Hatta, Sayuti Melik, Bung Tomo, dan masih banyak lainnya. Itu semua sebagai bukti betapa kaum muda memiliki peran penting dalam membangun bangsa ini. Dan betapa rasa nasionalisme pada saat itu begitu kental tertanam dalam jiwa kaum muda, karena lahir dari sebuah proses kesadaran akan butuhnya menjaga persatuan, melindungi segenap tanah air, dan lebih memprioritas membangun nasib bangsa ke depan.

Namun semua berubah 180 derajat ketika pada fase 1965 terjadi perubahan politik nasional, dimana Soeharto berhasil mengambilalih kekuasaan dan menerapkan sistim ORBA yang terkenal otoriter dan tiran. Kesempatan kaum muda untuk memimpin dipersempit, bahkan secara perlahan dimatikan jiwa kepemimpinannya.

Kaum muda pada era ini, sebatas hanya menjadi second liner yang disiapkan bukan sebagai penerus esetafet kepemimpinan nasional. Namun diposisikan sebatas alat legitimasi kekuasaan ORBA. Idealisme dipadamkan, kreatifitas dimatikan, dan yang paling parah adalah pembungkaman jiwa kritis terhadap persoalan sosial dari pola pikir kaum muda. Hal ini membuat nasionalisme di kaum muda sedikit demi sedikit mulai padam dan nyaris punah, walau ORBA selalu meneriakan jiwa patriotisme dan nasionalisme namun hal ini tidaklah mengakar di diri kaum muda. Karena segala sesuatunya bersifat paksaan, sehingga tidak lahir dari sebuah proses kesadaran.

Dengan tidak lagi kaum muda dapat mewarnai politik nasional dengan pemikiran-pemikirannya, dimana mereka hanya dapat diperbolehkan ikut dalam kekuasaan sebatas mereka meng-amin-i apa yang menjadikan kebijakan rejim saat itu. Wajar jika kualitas kaum muda saat itu sebatas membebek dan mengekor terhadap apa yang dilakukan oleh rejim saat itu. Perbeda pemikiran dengan rejim maka akan dihadapi dengan REPRESIF dan berakhir di PENJARA. Sehingga mulai munculnya sikap apatis dikalangan kaum muda Indonesia, mereka tidak lagi memperdulikan nasib bangsa, tidak lagi memiliki prinsip dalam memandang problem hidup. Pendek kata, kaum muda Indonesia diliputi disorientasi dan kemerosotan moral.

Namun ditengah mayoritas kaum muda yang kehilangan orientasi perjuangannya, masih tersisa beberapa kaum muda yang tetap menjaga idealismenya. Dengan perjuangan yang berat selama puluhan tahun karena harus berhadap dengan otoritarian rejim tiran, perlahan kaum muda dapat kembali menemukan ruh perjuangannya. Dengan kembalinya Heroisme, Militansi, dan idealismenya kaum muda kembali bangkit untuk mengadakan satu perubahan yaitu memundurkan rejim otoritarian ORBA, dengan melahirkan reformasi 1998.

Era reformasi yang menghasilkan terbukanya tembok tebal penghalang demokrasi saat itu, belum mampu membawa banyak perubahan dalam diri kaum muda Indonesia sampai detik ini. Mereka masih sebatas second liner dari tokoh-tokoh lawas yang berhasil mengambil keuntungan dari reformasi 1998 yang diperjuangkan oleh kaum muda. Kaum muda belum mampu mengambil sikap tegas untuk mengambilalih kepemimpinan nasional saat ini. Untuk dapat membawa pemikiran alternatif dalam perjuangan membangun bangsa ini kedepan, bahkan seakan terlena dengan euphoria kemenangan kecil pada reformasi 1998.

Hal ini adalah imbas dari 32 tahun dimatikannya jiwa kritis dan jiwa kepemimpinan kaum muda. Sehingga mereka lebih didominasi oleh sifat peragu dalam menentukan sikap, walaupun berani menentukan sikap namun lebih dilatarbelakangi hitungan untung rugi untuk dirinya ketimbang prinsip berkorban demi kepentingan bersama untuk kemajuan bangsanya. Jelas hal ini menyebabkan kaum muda saat ini terjebak pada pola pikir pragmatis, dimana perjuangan yang dilakukan lebih berorientasi keuntungan pribadi semata.

Wajar jika di era terbukanya ruang demokrasi yang terbuka lebar ini, belum muncul tokoh dari kalangan kaum muda sebagai tokoh alternatif. Selama jiwa posesif (ketergantungan) terhadap tokoh-tokoh lama masih tinggi, maka tidak akan pernah muncul tokoh muda sekualitas Dr. Soetomo, Soekarno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifudin, Bung Tomo, Soedirman, Natsir, dan lain sebagainya. Banyangkan jika tokoh-tokoh tersebut tidak berani mengambil sikap berbeda dengan tokoh-tokoh lama di jamannya. Maka akan lahir pertanyaan, mungkinkah muncul sumpah pemuda 1928 yang saat itu banyak mendapat tentangan dari tokoh-tokoh lama yang beranggapan hal tersebut hanya akan memancing sikap reaksioner militer Belanda ? Atau mungkinkah proklamasi 17 Agustus 1945 akan terlaksana jika kaum muda saat itu tidak beani mengambil sikap berbeda dengan tokoh-tokoh lama yang beranggapan bahwa kemerdekaan akan terjadi dengan sendirinya ketika Jepang sudah dilucuti oleh sekutu ?

15 tahun sudah perjuangan reformasi 1998 berlangsung, dengan melihat kondisi diatas. Maka kita akan bertanya pada diri kita sampai kapankah kaum muda Indonesia dapat mengambil alih kepemimpinan nasional ? Jika tidak dari sekarang kita mempersiapkan, kapan lagi ? Selagi kita saat ini adalah individu yang paling paham benar apa yang sedang dirasakan oleh bangsa ini karena kita berada di jaman yang kita hadapi dan rasakan.

*) Penulis adalah Ketua KPW DKI REKAN INDONESIA

0 comments :

Posting Komentar

 
Design by Rekan Indonesia | Bloggerized by joel75 - Kolektif Pimpinan Pusat