Sabtu, 24 November 2012
AD/ART
ANGGARAN DASAR
BAB I
NAMA, WAKTU, TEMPAT, dan
KEDUDUKAN
Pasal 1
Organisasi
ini bernama Relawan Kesehatan Indonesia yang disebut REKAN Indonesia.
Pasal 2
Relawan
Kesehatan Indonesia yang untuk selanjutnya disebut Organisasi, dideklarasikan
di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2012 dan didirikan untuk waktu yang tidak
ditentukan lamanya.
Pasal 3
Kolektif
Pimpinan Nasional Relawan Kesehatan Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4
Wilayah Organisasi
meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB II
ASAS, CIRI, JATI DIRI, dan WATAK
Pasal 5
1.
Organisasi berasaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
2.
Organisasi ini merupakan himpunan Warga Negara Indonesia tanpa membedakan suku,
keturunan, agama, kedudukan sosial, dan gender.
3.
Jati diri Organisasi adalah Kebangsaan dan Keadilan Sosial.
4.
Watak Organisasi adalah Kerakyatan dengan menghormati
segala perbedaan yang terdapat ditengah masyarakat, sehingga dapat membantu dan
menolong masyarakat yang kesusahan/kesulitan dengan ikhlas dan tulus tanpa
pamrih.
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, dan TUGAS
Pasal 6
Tujuan Umum Organisasi
1.
Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945.
2.
Membangun masyarakat Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sehat,
cerdas, demokratis, adil dan makmur.
Pasal 7
Tujuan Khusus Organisasi
1.
Menghimpun, membangun dan menjaga semangat dan ketulusan perjuangan relawan yang
berbasis kerakyatan.
2.
Memperjuangkan kepentingan rakyat dibidang kesehatan.
3.
Mengawal terlaksananya program peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia.
Pasal 8
Fungsi Organisasi
Fungsi Organisasi
1.
Sarana membentuk dan membangun karakter bangsa. Mendidik dan mencerdaskan
rakyat agar sadar dan bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya sebagai warga
negara.
2.
Menghimpun, merumuskan, mengorganisir dan memperjuangkan aspirasi rakyat secara
nyata.
3.
Menghimpun, membangun dan menggerakkan kekuatan rakyat secara aktif dalam penyadaran
akan hak-hak kesehatan rakyat.
4.
Melakukan kaderisasi kepemimpinan yang demokratis dalam rangka peningkatan
kuantitas dan kualitas Organisasi ke depan.
5.
Melakukan kontrol sosial secara kritis, korektif, konstruktif, dan
konsepsional.
Pasal 9
Tugas Organisasi
Tugas Organisasi
1.
Mempertahankan dan mewujudkan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945 di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Membangun partisipasi aktif
rakyat untuk dapat memenuhi kesejahteraannya dibidang kesehatan dengan
melakukan pendampingan kepada rakyat untuk dapat melakukan penyadaran akan
hak-hak kesehatan rakyat, serta juga ber peran aktif dalam membangung
kegotongroyongan di tengah masyarakat.
3.
Membangun kesadaran anggota
akan peran aktifnya didalam organisasi dengan menekankan manfaat yang dapat
diperoleh anggota dari organisasi, sehingga anggota organisasi dapat dengan
cakap memimpin dilingkungannya dengan dedikasi, tanggung jawab, ikhlas, dan
kejujuran yang tinggi.
BAB IV
ORGANISASI
ORGANISASI
Bagian Pertama
Jenjang Kepengurusan
Pasal 10
1.
Dalam rangka melaksanakan tugas Organisasi, disusun jenjang kepengurusan
sebagai berikut:
a.
Kolektif Pimpinan Nasional Organisasi disingkat KPN yang meliputi wilayah NKRI;
b.
Kolektif Pimpinan Wilayah Organisasi
disingkat KPW yang meliputi wilayah Propinsi;
c.
Kolektif Pimpinan Daerah Organisasi disingkat KPD yang meliputi wilayah
Kabupaten / Kota;
d.
Kolektif Pimpinan Kelurahan disingkat KPK yang meliputi wilayah Kelurahan.
e. Komunitas Warga Siaga disingkat KWS yang
meliputi wilayah Rukun Tetangga.
2.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kepengurusan Organisasi diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga
Bagian Kedua
Alat Kelengkapan Organisasi
Pasal 11
1.
Dalam melaksanakan tugas kepengurusan, Organisasi dilengkapi dengan alat-alat
kelengkapan.
2.
Alat-alat kelengkapan Organisasi sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini,
dibentuk di tingkat Nasional, Wilayah,Daerah, dan Kelurahan Cabang Organisasi,
oleh kepengurusan pada tingkatannya.
3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Alat Kelengkapan Organisasi diatur dalam
Peraturan Organisasi.
Bagian Ketiga
Kedaulatan
Pasal 12
Kedaulatan
Organisasi berada di tangan Anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui Musyawarah
Nasional.
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 13
1.
Anggota Organisasi adalah calon anggota yang telah dinyatakan memenuhi
persyaratan sebagai anggota.
2.
Keanggotaan Organisasi terdiri atas :
a.
Anggota Biasa;
b.
Anggota Kader;
3.
Keanggotaan berakhir apabila:
a.
Mengundurkan diri.
b.
Dipecat.
c.
Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia.
d. Meninggal
dunia.
4.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan 3 pasal ini diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 14
1.
Syarat untuk menjadi anggota Organisasi adalah :
a. Warga
negara Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap kemanusiaan dan berjiwa
sosial tinggi tanpa pamrih.
b.
Menyetujui dan menaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan
Organisasi.
c.
Bersedia menaati dan menegakkan Disiplin Organisasi.
d.
Bersedia mengikuti kegiatan Organisasi.
2. Calon anggota
harus menyatakan kesediannya untuk menjadi anggota secara tertulis dan memenuhi
persyaratan sesuai ayat 1 pasal ini yang disampaikan kepada Pengurus Organisasi
yang berwenang.
3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan dan jabatan
kepengurusan Organisasi yang menangani keanggotaan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Bagian Kelima
Rapat-Rapat Organisasi
Rapat-Rapat Organisasi
Pasal 15
Rapat-rapat
Organisasi tersusun dalam urutan hirarki :
1)
Musyawarah Nasional.
2)
Rapat Kolektif Pimpinan Nasional.
3) Rapat Kerja Nasional.
4)
Musyawarah Wilayah.
5)
Rapat Kerja Wilayah.
6)
Rapat Kolektif Pimpinan Wilayah.
7)
Musyawarah Daerah.
8)
Rapat Kerja Daerah.
9) Rapat Kolektif Pimpinan Daerah.
10) Musyawarah
Kelurahan.
11) Rapat
Kolektif Pimpinan Kelurahan.
12) Forum Warga Siaga.
Pasal 16
Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan
1.
Keputusan Sidang/Rapat Organisasi di semua tingkatan pada dasarnya dilaksanakan
secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila dalam hal pengambilan
keputusan tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan pemungutan
suara terbanyak.
2.
Pengambilan keputusan yang menyangkut orang dilakukan secara tertutup,
sedangkan pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan dapat dilakukan
secara terbuka.
Pasal 17
MUSYAWARAH NASIONAL
MUSYAWARAH NASIONAL
1.
Musyawarah Nasional adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi.
2.
Musyawarah Nasional diselenggarakan setiap 5 (Lima) tahun sekali.
3.
Musyawarah Nasional mempunyai wewenang:
a.
Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah
Tangga Organisasi.
b.
Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Strategi dan Taktik
Perjuangan Organisasi.
c.
Mengubah/menyempurnakan, mengesahkan, dan menetapkan Program Perjuangan
Organisasi.
d.
Mengevaluasi dan menilai pertanggungjawaban Kolektif Pimpinan Nasional
Organisasi.
e.
Memilih dan Menetapkan Kolektif Pimpinan Nasional.
f.
Menilai dan melakukan rehabilitasi anggota Organisasi yang terkena sanksi
pemecatan.
g.
Membuat dan menetapkan keputusan lainnya.
4.
Dalam keadaan mendesak, dapat dilakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
5.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Musyawarah Nasional diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga
Pasal 18
Rapat Kolektif Pimpinan Nasional
Rapat Kolektif Pimpinan Nasional
1. Rapat KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL.
2. Rapat
Kerja Nasional adalah rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL yang diperluas dan
dilaksanakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL serta dihadiri oleh Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL, Alat Kelengkapan Organisasi tingkat Nasional, unsur KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH, dan unsur Organisasi lainnya.
3.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19
MUSYAWARAH WILAYAH
1. Musyawarah Wilayah adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi tingkat provinsi.
2.
Musyawarah Wilayah diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.
3.
Musyawarah Wilayah mempunyai wewenang:
a. Mengevaluasi dan Menilai
laporan pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
b. Menghimpun,
merumuskan, dan mengkoordinasikan program kerja Organisasi diwilayah Propinsi
bersangkutan.
c. Memilih KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH.
3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan musywarah wilayah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 20
Rapat Kolektif Pimpinan
Wilayah
1. Rapat KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH.
2. Rapat Kerja
Wilayah adalah rapat unsur KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dan unsur KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH serta unsur KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang membidangi wilayah
tertentu dengan pimpinan kepengurusan di wilayahnya untuk mengkoordinasikan
langkah-langkah pelaksanaan tugas Organisasi.
3.
Ketentuan mengenai pelaksanaan Rapat Kerja Wilayah Organisasi selanjutnya
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 21
Musyawarah Daerah
1.
Musyawarah Daerah adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi
ditingkat Kota/Kabupaten.
2.
Musyawarah Daerah diadakan 5 tahun sekali.
3.
Musyawarah Daerah mempunyai wewenang:
a. Mengevaluasi dan Menilai laporan
pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
b. Menghimpun, merumuskan, dan
mengkoordinasikan program kerja Organisasi diwilayah
Kota/Kabupaten
bersangkutan.
c. Memilih KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan musyawarah Daerah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22
Rapat Kolektif Pimpinan Daerah
Rapat Kolektif Pimpinan Daerah
1. Rapat KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH.
2. Rapat
Kerja Daerah adalah rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang diperluas dan
dilaksanakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH serta dihadiri oleh unsur KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH,Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, Alat Kelengkapan Organisasi
tingkat Daerah, unsur KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN, dan Unsur KOMUNITAS WARGA
SIAGA.
3.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 23
Musyawarah Kelurahan
Musyawarah Kelurahan
1.
Musyawarah Kelurahan adalah lembaga pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di
tingkat Kelurahan.
2.
Musyawarah Kelurahan diadakan sekali dalam 5 tahun
3.
Musyawarah Kelurahan mempunyai wewenang:
a. Mengevaluasi dan Menilai laporan
pertanggungjawaban KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN;
b. Menghimpun, merumuskan, dan
mengkoordinasikan program kerja Organisasi di tingkat
Kelurahan;
c. Memilih kepengurusan KOLEKTIF PIMPINAN
KELURAHAN.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Musyawarah Daerah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 24
Rapat Kolektif Pimpinan Kelurahan
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dilaksanakan oleh Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN
KELURAHAN dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah plus satu dari jumlah
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
2.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN selanjutnya diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 25
Forum Warga Siaga
Forum Warga Siaga
1.
Forum Warga Siaga adalah forum tertinggi Organisasi di tingkat Rukun Tetangga.
2.
Forum Warga Siaga diadakan 2 kali dalam sebulan.
3.
Forum Warga Siaga mempunyai wewenang:
a. Mengevaluasi Menilai laporan pertanggungjawaban Komunitas
Warga Siag.
b. Menghimpun, merumuskan, dan mengoordinasikan program
kerja Organisasi di tingkat Rukun Tetangga
c. Dapat Memilih
kepengurusan Komunitas Warga Siaga jika pengurus :
1. Mengundurkan Diri
2. Cacat Mental
3. Meninggal Dunia
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Forum Warga Siaga diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Bagian Keenam
Jenjang/Hirarki Peraturan Organisasi
Jenjang/Hirarki Peraturan Organisasi
Pasal 26
Peraturan
Organisasi yang bersifat mengatur disusun dengan urutan jenjang/hierarki
1)
Anggaran Dasar
2)
Anggaran Rumah Tangga
3)
Keputusan Musyawarah Nasional
4)
Peraturan Organisasi
5)
Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
6)
Instruksi KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
7)
Keputusan Musyawarah Wilayah
8)
Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH
9)
Keputusan Musyawarah Daerah
10)
Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
11)
Keputusan Musyawarah Kelurahan
12)
Keputusan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN
Pasal 27
Peraturan
Organisasi yang bersifat menetapkan disusun dengan urutan jenjang/hierarki:
1)
Anggaran Dasar
2)
Anggaran Rumah Tangga
3)
Ketetapan Musyawarah Nasional
4)
Ketetapan Kolektif Pimpinan Nasional
5)
Ketetapan Musyawarah Wilayah
6)
Ketetapan Kolektif Pimpinan Wilayah
7)
Ketetapan Musyawarah Daerah
8)
Ketetapan Kolektif Pimpinan Daerah
9)
Ketetapan Musyawarah Kelurahan
10)
Ketetapan Kolektif Pimpinan Kelurahan
Pasal 28
1.
Ketetapan/Keputusan Organisasi yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan Ketetapan/Keputusan Organisasi yang lebih tinggi
2.
Ketetapan/Keputusan yang bertentangan dengan Ketetapan/Keputusan yang lebih
tinggi dinyatakan tidak sah oleh kepengurusan satu tingkat di atasnya dan
dinyatakan tidak berlaku.
3.
Ketetapan Organisasi bersifat lebih konstan dan tidak terpengaruh oleh dinamika
internal maupun eksternal dan diatur dalam Peraturan Organisasi.
4.
Keputusan Organisasi dan Instruksi Organisasi bersifat temporer, dapat berubah
yang disesuaikan dengan kebutuhan dinamika yang dihadapi pengurus Organisasi
pada tingkatannya dan diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 29
1.
Setiap tingkat kepengurusan organisasi, harus melaksanakan Keputusan/Ketetapan
Organisasi yang diatasnya.
2.
Kepengurusan Organisasi yang tidak menaati atau menentang Keputusan/Ketetapan
Organisasi diatasnya dikenai sanksi yang diatur dalam Peraturan Organisasi.
Bagian Ketujuh
Keuangan dan Perbendaharaan Organisasi
Keuangan dan Perbendaharaan Organisasi
Pasal 30
1.
Harta kekayaan Organisasi terdiri dari:
a. Harta bergerak
b. Harta tidak bergerak
2.
Harta kekayaan Organisasi diperoleh dari:
a. Uang pangkal dan iuran anggota
Organisasi
b. Sumbangan yang tidak mengikat
c. Pendapatan lain yang sah
Pasal 31
1.
Pengelolaan harta kekayaan Organisasi diutamakan guna pencapaian tujuan
Organisasi.
2.
Pengelolaan semua harta kekayaan Organisasi dilakukan oleh Kolektif Pimpinan
Nasional pada tingkat Nasional dan dipertanggungjawabkan secara berkala di
dalam Rakernas.
3.
Pengelolaan semua harta kekayaan Organisasi di semua tingkatan dilakukan oleh
kepengurusan Organisasi di tingkat masing-masing
4.
Ketentuan mengenai iuran anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
LAMBANG, BENDERA, MARS dan HYMNE
LAMBANG, BENDERA, MARS dan HYMNE
Pasal 32
1.
Organisasi mempunyai Lambang, Bendera, Mars dan Hymne yang ditetapkan oleh Musyawarah
Nasional.
2.
Pembuatan dan tata cara penggunaan Lambang, Bendera, Mars dan Hymne Organisasi
diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB VI
KETENTUAN KHUSUS
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 33
Apabila
terdapat perbedaan tafsir mengenai suatu ketentuan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, tafsir yang sah adalah yang ditetapkan oleh Kolektif
Pimpinan Nasional dan dipertanggung jawabkan dalam Musyawarah Nasional.
BAB VII
KETENTUAN PERUBAHAN
KETENTUAN PERUBAHAN
Pasal 34
1. Asas,
Jati Diri dan Tujuan Organisasi hanya dapat diubah oleh ketetapan Musyawarah
Nasional yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya empat perlima jumlah Wilayah
Organisasi dan disetujui oleh sekurang-kurangnya empat perlima jumlah utusan Musyawarah
Nasional yang hadir.
2.
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan dalam Musyawarah
Nasional dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara
utusan yang hadir.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal
yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi yang tidak boleh bertentangan
dengan Anggaran Dasar.
Anggaran
Dasar ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
KEANGGOTAAN
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Penerimaan Calon Anggota
Penerimaan Calon Anggota
1. Setiap
orang yang ingin menjadi anggota Organisasi harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Pengurus Struktural di tempat yang bersangkutan berdomisili dan
membayar uang pangkal.
2. Dalam
hal tidak adanya kemampuan dan/atau belum terbentuknya Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, maka yang menerima
permohonan menjadi anggota adalah KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
Pasal 2
Penerimaan Anggota
Penerimaan Anggota
1.
Penerimaan menjadi anggota melalui masa pembinaan yang lamanya 2 (dua) minggu.
2.
Selama menjalani masa pembinaan yang bersangkutan dinyatakan sebagai calon
anggota.
3. Calon
anggota yang sudah memenuhi persyaratan, sebelum dilantik menjadi anggota wajib
mengucapkan sumpah/janji sebagai anggota yang diatur dalam Peraturan
Organisasi.
4.
Pengesahan seseorang menjadi anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN
KELURAHAN.
5. Pengurus
KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dapat menolak seseorang yang mengajukan permintaan
menjadi anggota Organisasi.
6.
Penerimaan atau penolakan seseorang menjadi anggota Organisasi diputuskan dalam
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
7. Kepada
setiap anggota Organisasi diberikan Kartu Anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN
KELURAHAN. Dan Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN wajib meneruskan dokumen
anggota tersebut pada ayat 6 pasal ini, kepada Kolektif Pimpinan daerah dan ditembuskan
ke KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH serta KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
8. Kolektif
Pimpinan Daerah Organisasi wajib memasukkan dalam Buku Induk Anggota Organisasi
di wilayahnya dan melaporkan penambahan anggotanya ke KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH
dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL setiap triwulan.
9.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN mempunyai Buku Catatan Anggota Organisasi
di wilayahnya.
10. Bentuk, Pengesahan, dan
Registrasi penomoran Kartu Anggota Organisasi & Buku Catatan Anggota
Organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 3
Kader Organisasi
Kader Organisasi
1. Kader
Organisasi adalah anggota Organisasi yang dedikasi, loyalitas dan pengabdiannya
kepada Organisasi dan masyarakat umum tidak tercela.
2. Kader
Organisasi dipilih, ditetapkan, dan diangkat dari anggota Organisasi yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Memiliki kemantapan
ideologi, politik, dan kemampuan berorganisasi yang tinggi;
b. Telah membuktikan kesetiaan dan
ketaatan kepada Organisasi;
c.
Telah membuktikan kemampuannya menggerakkan dan/atau melaksanakan
kegiatan dalam jajaran Organisasi dan/atau masyarakat;
d. Telah lulus kursus kader yang diselenggarakan
oleh Organisasi;
3. Kriteria
dan tata cara penentuan Kader Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2
pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 4
Hak Anggota
Hak Anggota
1.
Setiap anggota Organisasi berhak:
a.
Mendapat perlakuan yang sama di dalam Organisasi;
b.
Menghadiri rapat-rapat organisasi;
c.
Menyampaikan pendapat dan keinginan kepada Organisasi, baik tertulis maupun
lisan;
d.
Menggunakan hak suara dalam rapat serta hak memilih dan dipilih untuk jabatan
dalam Organisasi;
e.
Memperoleh perlindungan dan pembelaan dari Organisasi, selama tidak
bertentangan dengan Asas, Jati Diri dan Tujuan Organisasi.
2. Untuk
dapat dipilih dan ditetapkan pada jabatan dalam Organisasi, anggota harus telah
membuktikan kesetiaan, kemampuan, pengabdian, dan disiplinnya.
3.
Ketentuan lebih lanjut dalam Pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 5
Kewajiban Anggota
Kewajiban Anggota
1.
Anggota Organisasi mempunyai kewajiban:
a.
Memegang teguh Asas, Jati Diri dan Watak Organisasi;
b.
Melaksanakan Tujuan, Fungsi, Tugas, dan kebijakan Organisasi;
c.
Menaati peraturan dan keputusan Organisasi;
d.
Menjunjung tinggi Disiplin Organisasi;
e.
Menjaga nama baik dan kehormatan Organisasi;
f.
Menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Organisasi dengan penuh tanggung
jawab;
g.
Membayar Iuran Wajib Organisasi;
h.
Menjaring dan menyaring sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) calon anggota
baru dalam tempo 2 (dua) tahun pertama tercatat sebagai anggota Organisasi.
2.
Kewajiban anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini diatur dalam
Peraturan Organisasi.
Pasal 6
1.
Anggota Organisasi yang hendak melakukan kegiatan atas nama Organisasi yang
bukan menjadi Tugas dan Fungsinya harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu
dari Pengurus Organisasi di tingkatannya.
2.
Anggota Organisasi yang akan duduk dalam strutural Partai tidak atas usulan
Organisasi harus memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari Pengurus Organisasi
di tingkatannya.
3.
Anggota Organisasi yang duduk dalam jabatan politik dan jabatan publik atas
usulan Organisasi harus bersedia mengundurkan diri apabila Organisasi
memutuskan demikian.
Pasal 7
Berakhirnya Keanggotaan
Berakhirnya Keanggotaan
Keanggotaan Organisasi dinyatakan berakhir karena:
1.
Mengundurkan diri, yang
dinyatakan oleh yang bersangkutan secara tertulis yang memuat alasan
pengunduran diri, ditujukan kepada KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH Organisasi
2.
Diberhentikan karena:
a.
Melakukan pelanggaran hukum pidana yang diancam hukuman sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun penjara dan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kecuali
bagi anggota yang terpidana karena membela Organisasi, KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL Organisasi memberikan pertimbangan obyektif sebelum melaksanakan
keputusan ini;
b.
Terkena sanksi pemecatan oleh Organisasi.
3.
Meninggal dunia, yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang.
BAB II
DISIPLIN dan SANKSI
DISIPLIN dan SANKSI
Bagian Pertama
Disiplin
Disiplin
Pasal 8
1.
Untuk memantapkan mekanisme organisasi, menjaga kewibawaan, dan menegakkan
citra Organisasi, maka disusun ketentuan tentang Disiplin Organisasi.
2.
Setiap anggota Organisasi harus menaati Disiplin Organisasi.
3.
Terhadap pelanggaran Disiplin Organisasi dikenakan sanksi oleh Kepengurusan Organisasi
sesuai tingkatannya setelah mendapat rekomendasi dari Komite Disiplin
Organisasi.
4.
Organisasi membentuk Komite Disiplin untuk tingkat Nasional, Wilayah dan Daerah
yang bertugas memberikan rekomendasi yang menyangkut pelanggaran Disiplin Organisasi
kepada Kepengurusan Organisasi sesuai tingkatannya.
5.
Susunan dan mekanisme kerja Komite Disiplin diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 9
Disiplin Organisasi yang Bersifat Larangan
Disiplin Organisasi yang Bersifat Larangan
Disiplin Organisasi yang bersifat larangan adalah:
1.
Anggota Organisasi dilarang melakukan kegiatan yang merugikan nama baik dan kepentingan
Organisasi;
2.
Anggota Organisasi dilarang melalaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
oleh Organisasi;
3.
Anggota Organisasi dilarang melakukan kegiatan dan tindakan yang bertentangan
dengan Peraturan Organisasi;
4.
Anggota Organisasi dilarang membocorkan rahasia Organisasi;
5.
Anggota Organisasi dilarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menciderai
kepercayaan rakyat kepada Organisasi;
6.
Anggota Organisasi dilarang menerima atau memberi uang atau materi lainnya dari
orang perorangan atau instansi dari dalam maupun luar Organisasi untuk
kepentingan pribadi yang dapat merugikan citra Organisasi;
7.
Anggota Organisasi dilarang melakukan dan/atau menggunakan tindak kekerasan
fisik dan intimidasi dengan mengatasnamakan Organisasi.
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 10
Pasal 10
1.
Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anggota Organisasi atas pelanggaran
Disiplin Organisasi terdiri atas:
a.
Peringatan;
b.
Pembebastugasan dari jabatan Organisasi dan/atau jabatan atas nama Organisasi;
c.
Pemberhentian sementara (skorsing);
d.
Pemecatan.
2.
Semua sanksi yang dijatuhkan harus dinyatakan secara tertulis oleh kepengurusan
yang menjatuhkan sanksi.
Pasal 11
1.
Penetapan untuk menjatuhkan sanksi diputuskan dan dilaksanakan dalam rapat kepengurusan
Organisasi setelah mendapat rekomendasi dari Komite Disiplin.
2.
Wewenang Kepengurusan untuk menjatuhkan sanksi:
a.
Sanksi Peringatan, dijatuhkan kepada anggota Organisasi oleh KOLEKTIF PIMPINAN
KELURAHAN, KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, dan KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
b.
Sanksi Pembebastugasan dari jabatan Organisasi dan/atau jabatan atas nama Organisasi
dilakukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, dan KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
c.
Sanksi Pemberhentian Sementara (skorsing) dilakukan hanya oleh KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sesuai lingkup kewenangannya;
d.
Sanksi Pembebastugasan dan Pemberhentian Sementara (skorsing), oleh
kepengurusan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH harus
dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan atau
penolakan;
e.
Apabila persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL tidak diberikan dalam waktu 2
(dua) bulan, maka keputusan Pembebastugasan dan/atau Pemberhentian Sementara
tersebut dinyatakan sah dan tetap diberlakukan;
f.
Sanksi Pemecatan, hanya dapat dilakukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL atas
usulan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan/atau KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, kecuali
bagi kader Organisasi yang bertugas di tingkat Nasional dilakukan oleh KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL;
g.
Sanksi Pembebastugasan, Pemberhentian Sementara, dan Pemecatan baru dapat
dilaksanakan setelah didahului peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh
jajaran Organisasi pada tingkatannya, kecuali terhadap Pelanggaran Berat, KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL dapat dengan segera menjatuhkan Sanksi Pemecatan.
3.
Yang termasuk Pelanggaran Berat antara lain:
a.
Membocorkan rahasia Organisasi;
b.
Memecah belah Organisasi dan/atau pembangkangan terhadap keputusan Organisasi;
c.
Terlibat dalam penyalahgunaan atau pengedar Narkoba dan/atau psikotropika
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
d.
Terlibat praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e.
Pelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam Pasal 10 yang merupakan wujud dari
disiplin Organisasi yang utama.
4.
Yang tidak termasuk dalam Pelanggaran Berat sebagaimana diatur Pasal 11 ayat 3,
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 12
1.
Anggota yang dikenakan sanksi Pemecatan dapat membela diri secara lisan maupun
tertulis di dalam Musyawarah Nasional atas permintaan yang bersangkutan.
2.
Musyawarah Nasional setelah mendengar dan mempelajari pembelaan anggota
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini mengambil keputusan membatalkan
atau mengukuhkan sanksi yang telah jatuh.
3.
Bagi anggota Organisasi di struktural Partai dan/atau pada lembaga-lembaga
negara ditingkat Nasional, Wilayah atau Daerah, atau Cabang yang dikenakan sanksi
Pemecatan, Organisasi memberitahukan secara tertulis kepada lembaga tempat yang
bersangkutan ditugaskan.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi diatur dalam Peraturan
Organisasi.
Pasal 13
1.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dapat melakukan pembekuan atau pembubaran
kepengurusan Organisasi di bawahnya. Sedangkan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dapat
membekuan dan membubarkan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH. Hal ini selanjutnya diatur
dalam Peraturan Organisasi.
2.
Pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi dilaksanakan apabila
kepengurusan dimaksud melakukan hal yang merugikan atau membahayakan
Organisasi:
a)
Kepengurusan Organisasi mengambil kebijakan yang menyimpang atau bertentangan
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh jajaran Organisasi yang lebih tinggi;
b)
Kepengurusan Organisasi terpecah dalam kelompok-kelompok yang tidak dapat lagi
dipertemukan dan saling bertentangan mengenai kebijakan Organisasi;
c)
Sebagian besar atau seluruh kepengurusan Organisasi terlibat langsung dalam
kegiatan menentang kepemimpinan jajaran Organisasi satu tingkat yang lebih
tinggi;
d)
Kepengurusan Organisasi yang tidak dapat melaksanakan tugasnya yang telah
diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
3.
Dalam hal diperlukan pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi untuk
tingkat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, maka tugas dan
tanggung jawab kepengurusan Organisasi tersebut berada di tangan KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL untuk membentuk kepengurusan yang baru.
Pasal 14
1. KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL Menunjuk Pelaksana Harian untuk melakukan kegiatan rutin dari
kepengurusan yang dibekukan/dibubarkan dan mempersiapkan pembentukan
kepengurusan baru.
2. Tugas
dan tanggung jawab yang dilimpahkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL kepada
Pelaksana Harian tersebut berlangsung dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan.
3.
Dalam hal pembekuan atau pembubaran kepengurusan Organisasi di tingkat KOLEKTIF
PIMPINAN KELURAHAN, maka tugas dan tanggung jawab kepengurusan tersebut berada
di tangan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH untuk melakukan konsolidasi dan pembentukan
kepengurusan baru.
4.
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, menunjuk
Pelaksana Harian untuk melakukan kegiatan rutin dari kepengurusan yang
dibekukan/dibubarkan dan mempersiapkan pembentukan kepengurusan baru.
5.
Tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
sebagimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, kepada Pelaksana Harian
tersebut berlangsung dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
BAB III
ORGANISASI
ORGANISASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 15
Pasal 15
1.
Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9
Anggaran Dasar, maka disusun struktur organisasi dalam bentuk jenjang/hirarki
Kepengurusan Organisasi yang bersifat kolektif-kolegial dari tingkat Nasional, Wilayah,
Daerah, Kelurahan.
2.
Kepengurusan Organisasi di semua tingkatan dibentuk secara demokratis sesuai
dengan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3.
Dalam hal di suatu wilayah belum terbentuk kepengurusan, KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL menentukan kebijakan tertentu untuk menetapkan kepenguruan sementara.
Pasal 16
1.
Setiap tindakan atau keputusan Pengurus yang mengatasnamakan Organisasi harus
diputuskan melalui Rapat Organisasi.
2.
Permasalahan yang tidak terselesaikan di Kepengurusan tingkat tertentu,
diteruskan penyelesaian permasalahan tersebut kepada jenjang Kepengurusan
Organisasi sampai 2 (dua) tingkat di atasnya secara bertahap, bertingkat, dan
berlanjut.
3.
Setiap Kepengurusan Organisasi di semua tingkatan harus secara aktif mencari
calon anggota.
Bagian Kedua
Kepengurusan
Kepengurusan
Kolektif Pimpinan Nasional (KPN)
Pasal 17
Pasal 17
1.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL merupakan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi
berdasarkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
2.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.
3.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mempunyai wewenang bertindak ke luar dan ke dalam
untuk dan atas nama Organisasi.
4.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL menetapkan Pedoman dan Peraturan Organisasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas Organisasi berdasarkan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan Musyawarah Nasional.
5.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mempunyai tugas sebagai berikut:
a)
Melaksanakan peraturan, keputusan, dan program Organisasi di tingkat nasional
serta menyelenggarakan manajemen Organisasi secara modern
b)
Memberikan bimbingan dan pengawasan kepada Alat Kelengkapan Organisasi, petugas
Organisasi dalam Partai dan/ atau lembaga-lembaga negara lainnya di tingkat
nasional;
c)
Memberikan bimbingan dan pengawasan kepada KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH.
d)
Melaksanakan konsolidasi organisasi dan pendidikan kader di tingkat
Nasional.
6.
Anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL, setelah dipilih oleh Musyawarah Nasional,
mengucapkan Sumpah/Janji di dalam Musyawarah Nasional.
7.
Anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL wajib mendahulukan tugas dan tanggung jawab
sebagai pengurus Organisasi. Dalam hal anggota KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
berkeinginan menempati jabatan lain di bidang politik, harus mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
8.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mengesahkan pendirian KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH.
9.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL mengesahkan struktur, komposisi, dan personalia KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
10.
KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL menetapkan petugas Organisasi, yang ditugaskan di
dalam Kepengurusan Partai dan/atau lembaga-lembaga negara atau organisasi lain
di tingkat nasional.
Pasal 18
1.
Apabila terjadi kekosongan pengurus dalam KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL oleh
karena:
a)
Meninggal dunia;
b)
Berhalangan tetap;
c)
Terkena sanksi pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun dan/atau yang sudah
berkekuatan hukum tetap;
d)
Melanggar Sumpah/Janji jabatan;
e)
Mengundurkan diri;
f)
Tidak lagi aktif melaksanakan Tugas Organisasi selama 3 (tiga) bulan;
g)
Melakukan tindakan indisipliner terhadap keputusan Organisasi,
Maka
Ketua Umum bersama Sekretaris Jenderal memutuskan pengisian kekosongan
pengurus.
2.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL yang terkena sanksi, pelaksanaannya
diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
3.
Fungsionaris Alat Kelengkapan Organisasi di tingkat nasional lainnya yang
terkena sanksi, dilaksanakan sesuai pasal 11 Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19
1.
Dalam rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9
Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL.
2.
Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL terdiri atas :
a.
Ketua Umum, Satu orang Ketua Umum bertugas dan bertanggung jawab atas
eksistensi dan kinerja Organisasi secara internal dan eksternal;
b.
Ketua Umum dibantu beberapa orang Ketua Bidang yang bertugas menangani masalah
Organisasi dan Keanggotaaan, Politik, Kaderisasi, Penelitian dan Pengembangan,
Propaganda dan Media, Advokasi Kesehatan dan Pengembangan Usaha.
c.
Sekretaris Jenderal,
Satu
orang Sekretaris Jenderal yang membantu Ketua Umum yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan
Organisasi;
d.
Sekretaris Jenderal dibantu beberapa orang Wakil Sekretaris Jenderal. Selain
membantu Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal bertugas membantu
Ketua-ketua Bidang yang menangani masalah internal dan eksternal Organisasi di
bidang kesekretariatan;
e.
Bendahara, Satu
orang Bendahara yang membantu Ketua Umum yang bertugas dan bertanggung jawab
dalam mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan Organisasi,
f.
Bendahara dibantu beberapa orang Wakil Bendahara.
Kolektif Pimpinan Wilayah (KPW)
Pasal 20
Pasal 20
1.
KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH adalah pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat
Daerah/Propinsi.
2.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH setelah dipilih dalam musyawarah wilayah mengucapkan
sumpah/janji jabatan di depan musyawarah wilayah.
3.
KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH mempunyai wewenang dan kewajiban:
a.
Menumbuhkembangkan, memantapkan, dan membina kepengurusan Organisasi di
wilayahnya;
b.
Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran
Organisasi di wilayahnya.
c.
Memimpin, mengkoordinasikan, dan melakukan supervisi terhadap KOLEKTIF PIMPINAN
DAERAH dan kegiatan Organisasi di tingkat Daerah;
d.
Mengesahkan struktur, komposisi, dan personalia KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN di
wilayahnya;
e.
Melaksanakan Program Kerja Organisasi di Wilayah;
f.
Menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
g.
Memutuskan dengan persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL untuk menarik kembali
petugas Organisasi di struktur Partai dan/atau lembaga negara dan organisasi
lain di daerah;
h.
Menyelenggarakan Musyawarah Wilayah dan menyampaikan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah Wilayah;
i.
Menetapkan personil Organisasi, untuk bertugas di lembaga negara maupun
organisasi lain di tingkat Daerah.
Pasal 21
1. Pengurus
KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang terkena sanksi pembebas tugasan oleh dan setelah
melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan.
2.
Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH
diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 22
1. Dalam
rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9
Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN
WILAYAH.
2.
Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH terdiri atas:
a.
Ketua, Satu orang Ketua bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja
Organisasi secara internal dan eksternal di wilayahnya;
b.
Ketua dibantu beberapa orang Wakil Ketua merangkap sebagai ketua-ketua
daerah yang bertugas memberi masukan dan pendapat pada setiap keputusan
yang akan ditetapkan oleh ketua.
c. Sekretaris, Satu
orang Sekretaris yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam
mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan Organisasi;
d.
Bendahara, Satu orang Bendahara yang membantu Ketua yang bertugas dan
bertanggung jawab dalam mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan
Organisasi;
e.
dalam membantu tugas-tugas Kolektif
Pimpinan Wilayah, kolektif pimpinan wilayah membentuk koordinator divisi yang membidangi organisasi
dan keanggotaan, politik, kaderisasi, litbang, propaganda dan media, advokasi
kesehatan dan penegembangan usaha.
f.
Uraian tugas, tata kerja, dan sistem prosedur organisasi KOLEKTIF PIMPINAN
WILAYAH selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.
Kolektif Pimpinan Daerah (KPD)
Pasal 23
Pasal 23
1.
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH adalah
pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota.Pengurus KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH setelah dipilih dalam Musyawarah Daerah mengucapkan
sumpah/janji jabatan di depan Musyawarah Daerah.
2.
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH mempunyai wewenang dan kewajiban:
a. Menumbuh kembangkan, memantapkan, dan
membina kepengurusan Organisasi diwilayahnya;
b.
Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran
Organisasi di wilayahnya;
c.
Memimpin, mengkoordinasikan, dan melakukan supervisi terhadap Kolektif Pimpinan
Kelurahan Organisasi dan kegiatan Organisasi di wilayahnya;
d. Mengesahkan struktur, komposisi, dan
personalia Pimpinan Kelurahan di wilayahnya;
e. Melaksanakan Program Kerja Organisasi
di daerah;
f.
Menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
g.
Memutuskan dengan dan atas persetujuan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan
persetujuan KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL untuk menarik kembali petugas Organisasi di
struktur Partai dan/atau lembaga
negara dan organisasi lain di daerah;
h.
Menyelenggarakan Musyawarah Daerah dan
menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah
Daerah;
i.
Menetapkan personil Organisasi, untuk bertugas baik di lembaga negara maupun
organisasi lain di tingkat Daerah.
Pasal 24
1. Pengurus
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang terkena sanksi pembebastugasan oleh dan setelah
melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dilaporkan kepada KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL untuk mendapatkan persetujuan.
2.
Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
diatur dalam Peraturan
Organisasi.
Organisasi.
Pasal 25
1. Dalam
rangka mencapai Tujuan dan Tugas Organisasi sebagaimana pasal 7, 8, dan 9
Anggaran Dasar, disusun struktur dan komposisi organisasi KOLEKTIF PIMPINAN
DAERAH.
2.
Struktur dan komposisi KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH terdiri atas:
a. Ketua, Satu
orang Ketua bertugas dan bertanggung jawab atas kinerja Organisasi secara
internal dan eksternal di Kabupaten/Kota;
b. Ketua
dibantu beberapa orang Wakil Ketua yang bertugas menangani masalah memberi
masukan dan pendapat pada setiap keputusan yang
akan ditetapkan oleh ketua.
c. Sekretaris, Satu
orang Sekretaris yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam
mengelola manajemen, sistem administrasi, dan kelembagaan Organisasi;
d. Bendahara, Satu
orang Bendahara yang membantu Ketua yang bertugas dan bertanggung jawab dalam
mengelola sistem keuangan dan perbendaharaan Organisasi;
e. dalam membantu
tugas-tugas Kolektif Pimpinan Daerah, kolektif
pimpinan Daerah membentuk koordinator
divisi yang membidangi organisasi dan keanggotaan, politik, kaderisasi,
litbang, propaganda dan media, advokasi kesehatan dan penegembangan usaha.
3. Uraian
tugas, tata kerja, dan sistem prosedur organisasi KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH
selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi.
Kolektif Pimpinan Kelurahan (KPK)
Pasal 26
Pasal 26
1.
KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN adalah pelaksana eksekutif Organisasi di tingkat Kelurahan.
2.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN setelah dipilih dalam Musyawarah Kelurahan
mengucapkan sumpah/janji jabatan di depan Musyawarah Kelurahan.
3.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN terdiri atas :
a.
Seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua;
b.
Seorang Sekretaris dan satu orang Wakil Sekretaris;
c.
Seorang Bendahara dan satu orang Wakil Bendahara.
4.
Pengurus KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN yang terkena sanksi pembebas tugasan oleh
dan setelah melalui Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dilaporkan kepada KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH untuk mendapatkan persetujuan.
5.
Pengisian lowongan pengurus yang terjadi di dalam KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN
diusulkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH kepada KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH untuk
mendapatkan persetujuan.
Pasal 27
KOLEKTIF
PIMPINAN KELURAHAN mempunyai wewenang dan kewajiban:
1.
Menumbuhkembangkan, memantapkan, dan membina kepengurusan Organisasi di
wilayahnya;
2.
Memantapkan persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat dan jajaran Organisasi
di wilayahnya;
3.
Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi di tingkat Kelurahan;
4.
Melaksanakan Program Kerja Organisasi di kelurahan;
5.
Menjatuhkan sanksi Peringatan terhadap pelanggaran anggota Organisasi sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
6.
Menyelenggarakan Musyawarah Kelurahan nyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas dan kewajibannya di dalam Musyawarah Kelurahan;
Bagian Ketiga
Rapat-Rapat Organisasi
Rapat-Rapat Organisasi
Musyawarah Nasional
Pasal 28
Pasal 28
1.
Musyawarah Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH dan utusan KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang terdiri atas
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH.
2.
Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan KOLEKTIF PIMPINAN
WILAYAH di dalam Musyawarah Nasional diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 29
1.
Musyawarah Nasional dihadiri oleh peserta, peninjau, dan undangan yang
ditentukan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
2.
Musyawarah Nasional diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
3.
Sidang Musyawarah Nasional dipimpin oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL sampai
terpilihnya Pimpinan Musyawarah Nasional yang terpilih dari dan oleh peserta Musyawarah
Nasional.
Pasal 30
Dalam
keadaan mendesak Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat dilangsungkan apabila:
1.
Musyawarah Nasional Luar Biasa diadakan atas permintaan lebih dari dua pertiga
jumlah KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH yang diputuskan dalam Musyawarah Daerah Khusus
dan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang diputuskan
dalam Musyawarah Wilayah Khusus;
2.
Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat juga diadakan atas permintaan KOLEKTIF
PIMPINAN NASIONAL dengan persetujuan lebih dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF
PIMPINAN DAERAH yang diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan lebih
dari dua pertiga jumlah KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH yang diputuskan dalam Rapat KOLEKTIF
PIMPINAN WILAYAH;
3.
Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL
4.
Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Musyawarah
Nasional sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat 3 Anggaran Dasar
Organisasi.
Rapat Kolektif Pimpinan
Nasional
Pasal 31
Pasal 31
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL dihadiri oleh Ketua Umum dan/atau Ketua-ketua
Bidang, Sekjen dan/atau Wakil Sekjen, dan Bendahara dan/atau Wakil Bendahara.
2.
Rakernas dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL, Alat Kelengkapan Organisasi
di tingkat Nasional, Kolektif Pimpinan Wilayah dan Kolektif Pimpinan Daerah,
serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL.
Pasal 32
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN NASIONAL diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali
setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.
Membahas perkembangan situasi dan kondisi nasional;
b.
Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam
pelaksanaan Program Organisasi;
c.
Membahas laporan dari Alat Kelengkapan Organisasi dan laporan perkembangan dari
KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
d.
Merumuskan dan memutuskan kebijakan Organisasi sesuai garis Organisasi;
2.
Rakernas berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi
yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.
Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakernas sesuai dengan pelaksanaan
tugas di wilayahnya masing-masing untuk disinkronkan dengan KOLEKTIF PIMPINAN
WILAYAH;
b.
Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi sesuai dengan dinamika
masyarakat dan kebijakan Organisasi serta yang menyangkut kondisi internal
Organisasi.
Musyawarah Wilayah
Pasal 33
1.
Musyawarah Wilayah dilaksanakan oleh kepengurusan Nasional, Wilayah, atau Daerah.
2.
Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Ketua Kolektif Pimpinan Wilayah pada tingkatan
dan wilayah bersangkutan, yang dihadiri oleh unsur Kolektif Pimpinan Organisasi
pada tingkatannya masing-masing.
Musyawarah
Wilayah diadakan untuk:
- Menerima dan
membahas laporan dari Kolektif Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus
Organisasi di wilayahnya;
- Menyampaikan
keputusan dan kebijakan Organisasi;
- Mengkoordinasikan
langkah pelaksanaan kegiatan Organisasi selanjutnya.
- Pergantian
Kepengurusan Kolektif Pimpinan Wilayah
3.
Musyawarah Wilayah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh setengah plus satu
pengurus Kolektif Pimpinan Wilayah , sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah
daerah dan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah utusan Daerah.
4.
Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH di dalam Musyawarah Wilayah
diatur dalam Peraturan Organisasi.
5.
Musyawarah Wilayah dihadiri oleh :
Seluruh
pengurus kolektif pimpinan wilayah, seluruh kolektif pimpinan daerah,
perwakilan dari kolektif pimpinan kelurahan dan unsur kolektif pimpinan
nasional atau perwakilan kolektif pimpinan nasional yang mendapatkan mandat.
Rapat Kolektif Pimpinan Wilayah
Pasal 34
Pasal 34
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua,
Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau Wakil-wakil
Bendahara.
2.
Rakerwil dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH, Alat Kelengkapan Organisasi
di tingkat Daerah, dan kolektif Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus
Organisasi serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN
WILAYAH.
Pasal 35
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap
bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.
Membahas perkembangan situasi dan kondisi nasional;
b.
Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam
pelaksanaan Program Organisasi;
c.
Membahas laporan dari Alat Kelengkapan Organisasi dan laporan perkembangan dari
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH;
d.
Merumuskan dan menjabarkan kebijakan Organisasi sesuai garis organisasi.
2.
Rakerwil berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi
yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.
Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakerda sesuai dengan pelaksanaan
tugas di wilayahnya masing-masing;
b.
Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.
Musyawarah Daerah
Pasal 37
1.
Musyawarah Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh utusan KOLEKTIF PIMPINAN
DAERAH yang dipilih dalam Musyawarah Daerah yang khusus diadakan untuk itu
terdiri dari sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Kolektif Pimpinan Kelurahan dan
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah utusan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
2.
Jumlah utusan dan hak suara dari KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN di dalam Musyawarah
Daerah diatur dalam Peraturan Organisasi.
3.
Musyawarah Daerah dihadiri oleh wakil dari Alat Kelengkapan Organisasi tingkat
kelurahan atas undangan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagai peninjau dan tidak mempunyai hak suara;
kelurahan atas undangan KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH sebagai peninjau dan tidak mempunyai hak suara;
4.
Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dan dipimpin
oleh KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dengan didampingi oleh unsur Pimpinan Musyawarah
Daerah yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Daerah.
Rapat kolektif Pimpinan Daerah
Pasal 38
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil Ketua,
Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau Wakil-wakil
Bendahara.
2.
Rakerda dihadiri oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH, Alat Kelengkapan Organisasi di
tingkat Cabang, dan Dewan Pimpinan Organisasi dan/atau pengurus Organisasi
serta undangan lainnya yang ditetapkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH.
Pasal 38
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setiap
bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.
Membahas perkembangan dinamika masyarakat dan yang menyangkut kehidupan
internal Organisasi di wilayahnya;
b.
Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam
pelaksanaan Program Organisasi;
c.
Membahas laporan dari KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dan Alat Kelengkapan
Organisasi sesuai dengan pelaksanaan tugasnya masing-masing;
d.
Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi;
2.
Rakerda berfungsi melakukan evaluasi, sinkronisasi, dan koordinasi Organisasi
yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun untuk:
a.
Menerima laporan dan masukan dari peserta Rakerda sesuai dengan pelaksanaan
tugas di wilayahnya masing-masing;
b.
Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.
Musyawarah Kelurahan
Pasal 39
Pasal 39
1.
Musyawarah Kelurahan dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari dua
pertiga jumlah Komisariat dan lebih dari dua pertiga jumlah utusan PK yang dipilih
dalam Musyawarah Komunitas warga siaga yang khusus diadakan untuk itu.
2.
Jumlah utusan dan hak suara dari Komunitas warga siaga di dalam Musyawarah Kelurahan
diatur dalam Peraturan Organisasi.
3.
Musyawarah Kelurahandiselenggarakan oleh KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dan
dipimpin oleh KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH dengan didampingi oleh unsur Pimpinan
Musyawarah Kelurahan yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Kelurahan.
4.
KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH mempunyai wewenang untuk mengambil langkah yang
dipandang perlu demi kelancaran jalannya Musyawarah Kelurahandengan perpedoman
kepada Peraturan Organisasi yang berlaku, dan untuk itu dapat didelegasikan
kepada KOLEKTIF PIMPINAN DAERAH di wilayah yang bersangkutan.
5.
Musyawarah Kelurahan mempunyai wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
a.
Menetapkan penjabaran program kegiatan di tingkat Kelurahan berdasarkan program
kerja Organisasi;
b.
Menegakkan pelaksanaan Peraturan dan Keputusan Organisasi di tingkat Kelurahan;
c.
Menilai kinerja dan kegiatan KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN;
d.
Memilih KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN.
Rapat Kolektif Pimpinan
Kelurahan
Pasal 40
Pasal 40
1.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil-wakil
Ketua, Sekretaris dan/atau Wakil-wakil Sekretaris, dan Bendahara dan/atau
Wakil-wakil Bendahara.
2.
Rapat KOLEKTIF PIMPINAN KELURAHAN diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali
setiap bulan dan mempunyai tugas dan wewenang:
a.
Membahas perkembangan dinamika masyarakat dan yang menyangkut kehidupan
internal Organisasi di wilayahnya;
b.
Membahas perkembangan, pencapaian, dan tantangan yang dihadapi Organisasi dalam
pelaksanaan Program Organisasi;
c.
Membahas laporan dari Komunitas warga siaga sesuai dengan pelaksanaan tugasnya
masing masing;
d.
Menyampaikan keputusan dan kebijakan Organisasi.
BAB IV
KEUANGAN DAN PERBENDAHARAAN
Pasal 41
KEUANGAN DAN PERBENDAHARAAN
Pasal 41
1.
Besarnya uang pangkal dan iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 2
Anggaran Dasar serta cara pemungutan, pengaturan, dan pengelolaan ditetapkan
dengan Peraturan Organisasi.
2.
Keuangan Organisasi disusun dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Organisasi Tahunan untuk tiap tingkatan kepengurusan.
3.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi disampaikan
setiap tahun oleh Bendahara Organisasi di dalam Rapat Kerja di tingkatannya dan
pada akhir masa jabatan bersamaan dengan penyampaian pertanggungjawaban
kepengurusan pada masing-masing tingkatan
BAB V
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 42
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 42
Semua
Peraturan Organisasi yang diamanatkan oleh Anggaran dasar dan Anggaran Rumah
Tangga ini harus sudah ditetapkan dan diterbitkan oleh KOLEKTIF PIMPINAN
NASIONAL selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberlakukan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Masa
jabatan kepengurusan untuk KOLEKTIF PIMPINAN WILAYAH dan KOLEKTIF PIMPINAN
DAERAH berakhir pada tahun pelaksanaan Musyawarah Nasional berikutnya.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
1.
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi yang tidak boleh bertentangan dengan Anggaran
Rumah Tangga.
2.
Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak disahkan dan ditetapkan dalam Musyawarah
Nasional.

0 comments :
Posting Komentar